Ada Titik Cerah, Begini Prospek Ekonomi RI Akhir Tahun!

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat pada kuartal III-2025, menjadi sebesar 5,04% secara tahunan atau year on year (yoy) dari kuartal II-2025 yang tumbuh 5,12% yoy, menandakan sejumlah permasalahan yang masih dialami ekonomi Indonesia.

Berdasarkan catatan tim ekonom BCA dalam GDP Q3 Report, pendorong utama laju pertumbuhan pada periode itu bertumpu pada pertumbuhan ekspor yang sebesar 9,91% yoy, dan belanja pemerintah 5,49%. Sementara itu, komponen pendorong ekonomi utama seperti konsumsi rumah tangga, hingga investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) masing lemah.

"Ekspor neto (57,75% yoy) dan belanja pemerintah (5,49% yoy) merupakan pendorong utama. Sementara konsumsi rumah tangga sedikit melambat (4,89% yoy) dan investasi juga melambat (5,04% yoy)," dikutip dari laporan BCA, Senin (10/11/2025).

Masalah masih lesunya daya dorong terhadap konsumsi rumah tangga dan investasi itu juga tercermin dari belum banyak beraninya para pelaku usaha untuk melakukan ekspansi usaha, termasuk bisnis, karena masih tingginya ketidakpastian perekonomian tanah air.

Untuk memenuhi permintaan domestik, para pelaku usaha kata tim ekonom BCA masih memilih untuk mengurangi stok atau hasil produksi yang ada. Terlihat dari perubahan inventaris yang menurun tajam hingga minus 53,62% yoy.

"Ini berarti meskipun permintaan domestik masih tumbuh (melambat menjadi 4,98% YoY dari 5,26% YoY pada kuartal sebelumnya), beberapa perusahaan memilih untuk memenuhi permintaan dengan mengurangi stok atau produksi yang ada, sehingga impor tidak meningkat," ujar tim ekonom BCA.

Kondisi ini menurut mereka mencerminkan dua hal, yaitu kehati-hatian pelaku bisnis karena kekhawatiran tentang prospek ekonomi ke depan, atau bahkan normalisasi dari pertumbuhan inventaris yang terlalu tajam kuartal III tahun lalu (391,9% YoY). Ini berarti sebagian dari perlambatan kuartal III menurut mereka merupakan high base factor, di samping kurangnya minat investasi.

Bukti lainnya dari masalah ini juga terlihat dari sektor-sektor usaha yang kinerjanya baik pada kuartal III-2025 mayoritas sektor jasa, seperti jasa pendidikan yang tumbuh 10,59% yoy, jasa profesional 9,94%, dan jasa lainnya 9,92%.

Pertumbuhan jasa pendidikan melonjak tajam dari tingkat pertumbuhan organiknya, yang kemungkinan besar berasal dari belanja pemerintah di sektor pendidikan.

Hal ini menurut Tim Ekonom BCA kemungkinan terkait dengan program MBG yang mencatat peningkatan partisipasi SPPG hampir empat kali lipat selama periode tersebut. Sementara jasa lainnya sebagian besar didukung oleh pariwisata.

Analisis serupa juga disampaikan tim ekonom UOB Kay Hian. Kuartal III-2025 menurut mereka menandakan melemahnya permintaan domestik, karena konsumsi rumah tangga dan investasi melemah bersamaan dengan penurunan persediaan. Penurunan stok paling terlihat di sektor-sektor utama seperti pertambangan, manufaktur, konstruksi, dan jasa keuangan.

"Efek kumulatif dari perlambatan pertumbuhan ini sekarang terlihat jelas berdampak pada pasar tenaga kerja. Survei menunjukkan penurunan dalam untuk pekerjaan penuh waktu, peningkatan pekerjaan paruh waktu, dan proporsi pekerja di sektor informal yang terus tinggi," tulis tim ekonom UOB Kay Hian dalam laporan ekonomi Indonesia bertajuk "Pertumbuhan Indonesia Melambat di Tengah Tantangan Domestik".

Permasalahan ini menurut mereka pada gilirannya telah menurunkan kepercayaan konsumen, terbukti dari kinerja perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang konsumsi yang buruk dan pertumbuhan yang lemah dalam konsumsi barang tahan lama serta kredit perbankan.

Prospek Ekonomi Akhir Tahun

Meski begitu, para ekonom di kedua institusi itu memperkirakan, ada titik cerah potensi perbaikan ekonomi Indonesia mulai kuartal IV-2025 sampai dengan 2026. Menurut Tim Ekonom BCA, ekonomi akhir tahun sampai tahun depan akan didorong oleh program pemerintah dan stimulus fiskal yang bertujuan memperkuat daya beli rumah tangga.

Ekspor neto mungkin sedikit menurun seiring dengan peningkatan impor dan permintaan domestik, sementara investasi bisnis dapat menunjukkan perbaikan bertahap berdasarkan indikator terbaru.

"Kami juga mengantisipasi potensi pemulihan pertumbuhan kredit, didukung oleh transfer dana sebesar Rp200 triliun dari rekening pemerintah di BI ke perbankan baru-baru ini dan beberapa kebijakan baru BI yang dirancang untuk mendorong penyaluran kredit," kata tim ekonom BCA.

Dengan langkah-langkah ini, tim ekonom BCA memperkirakan, Bank Indonesia atau BI juga berpotensi masih akan menurunkan suku bunga acuan satu kali sebelum akhir tahun, yang akan memberikan dorongan tambahan bagi likuiditas dan kepercayaan memasuki 2026.

Serupa dengan pernyataan tim ekonom UOB Kay Hian yang memperkirakan ekonomi akhir tahun akan didorong oleh peningkatan belanja pemerintah dan realisasi proyek infrastruktur oleh badan usaha milik negara.

Aktivitas konsumen dan investasi diperkirakan akan sedikit membaik, didukung oleh pemulihan kepercayaan dan peluncuran program bantuan pemerintah, sementara prospek perdagangan jangka pendek tetap stabil, ditopang oleh harga CPO yang tinggi.

"Menatap tahun 2026, kami memprediksi sedikit akselerasi pertumbuhan Indonesia, bergantung pada belanja pemerintah yang lebih efisien, peningkatan aktivitas bisnis setelah konsolidasi politik yang solid, dan perbaikan berkelanjutan dalam kepercayaan bisnis," tulis tim ekonom UOB dalam laporannya.

Meski begitu, mereka memperingatkan, prospek pemulihan pasar tenaga kerja yang signifikan dan rebound berkelanjutan dalam konsumsi rumah tangga masih belum pasti.

Hal ini akan sangat bergantung pada efek pengganda dari proyek-proyek sektor publik-seperti program makanan gratis dan inisiatif dana desa-serta efektivitas keseluruhan kebijakan ekonomi dalam menerjemahkan pertumbuhan PDB agregat menjadi perbaikan nyata dalam dinamika pasar tenaga kerja.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Sri Mulyani Ungkap Daya Beli Masyarakat Indonesia Masih Aman

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|