Tanda Kiamat Sudah Dekat Tampak Jelas di Keju

1 day ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak "kiamat" perubahan iklim akibat pemanasan global makin terasa nyata. Tak hanya memicu gelombang panas dan gagal panen, kini keju pun ikut terkena imbasnya.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa kualitas susu sapi, bahan dasar pembuatan keju, kini mulai terpengaruh oleh krisis iklim global.

Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Dairy Science, peneliti dari Université Clermont Auvergne, Prancis, menemukan bahwa kekurangan rumput akibat kekeringan membuat sapi mengonsumsi lebih banyak pakan tambahan seperti jagung dan konsentrat.

Hasilnya, rasa dan kandungan gizi susu berubah, dan ini berujung pada keju yang kurang nikmat.

"Kalau perubahan iklim terus berjalan seperti sekarang, kita akan merasakannya dalam rasa keju kita," ujar Matthieu Bouchon, peneliti utama dari studi tersebut kepada Science News, dikutip CNBC Indonesia dari Futurism, Kamis (3/6/2025).

Penelitian dilakukan selama lima bulan pada 2021 dengan membandingkan dua kelompok sapi, satu kelompok dibiarkan merumput secara alami, sedangkan kelompok lainnya diberi pakan tambahan. Hasilnya cukup mencengangkan.

Sapi yang makan jagung memang menghasilkan susu dengan volume setara dan emisi metana lebih rendah, tetapi susu mereka punya rasa yang kurang gurih dan kaya dibandingkan sapi yang merumput bebas.

Selain itu, susu dari sapi yang merumput juga memiliki lebih banyak asam lemak omega-3 dan asam laktat, yang penting untuk kesehatan jantung dan sistem pencernaan.

"Peternak kini mencari pakan yang hasilnya lebih tinggi dari rumput atau yang lebih tahan terhadap kekeringan," kata Bouchon. "Tapi mereka juga ingin tahu bagaimana perubahan itu memengaruhi nilai gizi dan rasa susu," imbuhnha.

Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di Eropa. Gustavo Abijaodi, seorang peternak sapi perah di Brasil, menyampaikan bahwa perubahan iklim juga membuat kandungan susu di negaranya menurun.

"Kami menghadapi banyak masalah dengan kandungan protein dan lemak dalam susu karena suhu panas," ungkap Abijaodi. "Kalau kami bisa menstabilkan dampak panas, sapi akan menghasilkan susu yang lebih baik dan bergizi."

Pakar peternakan lainnya, Marina Danes dari Universitas Federal Lavras, Brasil, menambahkan bahwa suhu ekstrem akibat "kiamat" pemanasan global membuat pola makan sapi berubah.

"Sapi menghasilkan panas saat mencerna makanan, jadi kalau mereka sudah merasa panas, mereka akan makan lebih sedikit untuk menurunkan suhu tubuhnya," jelasnya. "Proses ini bisa berujung pada penurunan daya tahan tubuh, membuat hewan lebih rentan terkena penyakit."


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Donald Trump Hapus 'Tanda Kiamat' dari Internet

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|