Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjalan ke ruang pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). Yaqut Cholil Qoumas akan dimintai keterangan oleh KPK dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024. Antara - Indrianto Eko Suwarso
Harianjogja.com, JAKARTA - Juru bicara mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Anna Hasbie menanggapi dugaan penyalahgunaan kuota haji yang melibatkan Gus Yaqut, dengan menyebutkan bahwa informasi yang beredar di publik tidak lengkap.
Anna menegaskan bahwa Pasal 9 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 memberikan kewenangan penuh kepada Menteri Agama untuk menetapkan kuota haji tambahan, sebuah ketentuan yang tidak disebutkan dalam konstruksi kasus yang dibangun KPK.
Anna menjelaskan bahwa kebijakan penempatan sebagian kuota tambahan pada haji khusus bertujuan untuk menjaga keselamatan jamaah di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina), yang memiliki keterbatasan ruang. Jika seluruh tambahan kuota dialihkan ke haji reguler, potensi risiko terhadap kesehatan dan keselamatan jamaah akan meningkat secara signifikan.
Menurut Anna pemberitaan yang hanya menyoroti pembagian kuota 92:8 persen tanpa mempertimbangkan fleksibilitas yang diberikan oleh regulasi, telah memicu kesalahpahaman di masyarakat. Ia menegaskan bahwa Menteri Agama memiliki kewenangan untuk menyesuaikan distribusi kuota tambahan sesuai dengan kebutuhan lapangan dan keselamatan jamaah.
BACA JUGA: Soal Pengumuman Tersangka Kasus Kuota Haji, KPK Minta Warga Sabar
“Informasi yang tidak lengkap inilah yang kemudian menggiring opini publik bahwa Gus Yaqut telah melanggar hukum. Padahal, yang dilakukan adalah menjalankan kewenangan sesuai amanat pasal perundang-undangan. KPK tidak boleh sepihak mengabaikan pasal ini, karena hukum tidak boleh dipreteli demi membangun opini,” jelas Anna.
Kasus ini menjadi pelajaran penting agar penegakan hukum tetap objektif dan tidak dipolitisasi. Anna mengingatkan bahwa pengabaian Pasal 9 dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru dan merugikan keadilan serta keselamatan jamaah haji Indonesia.
“Ke depan, publik harus lebih kritis dalam membaca narasi hukum yang disampaikan. Jangan biarkan ada pasal ‘tuyul’ yang disembunyikan, sehingga menggiring pada kesimpulan keliru. Ini bukan hanya soal Gus Yaqut, tapi juga soal keadilan dan keselamatan jamaah haji Indonesia,” pungkas Anna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara