Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sleman menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) 2025 di The Alana Yogyakarta Hotel and Convention Center, Ngaglik, Selasa (4/11/2025). Harian Jogja - Andreas Yuda Pramono
SLEMAN—Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sleman bersama Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Sleman, menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) 2025. Forum kali ini menyoroti kendala permohonan izin penerbitan dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
Plt. Kepala Dispertaru Sleman, Rin Adrijanti, mengatakan penataan ruang yang termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sudah jelas dan bisa menjadi rujukan perizinan pemanfaatan ruang.
“Tapi ternyata, ketika ada perizinan masuk ke online single submission [OSS], sistem ini belum bisa mewakili semua isi RDTR Kabupaten Sleman,” kata Rin ditemui di The Alana Yogyakarta Hotel and Convention Center, Ngaglik, Selasa (4/11/2025).
Rin memberi contoh kasus di sektor pertanian. Dalam Perda RDTR, ada pembagian atau pengklasifikasian lahan sawah menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan non-LP2B. Di OSS ternyata tidak membuat pemisahan seperti itu.
Padahal klasifikasi lahan seperti itu memiliki pasal-pasal yang mengatur masing-masing lahan. Masyarakat menjadi bingung.
“Dengan pengalaman penyusunan RDTR dan sistem [OSS] yang ada, kami harus memperhatikan itu agar sinkron antara kebijakan Daerah dengan Pusat, sehingga tidak membingungkan masyarakat,” katanya.
Ia memberi contoh lain bagaimana keberadaan zona peruntukan permukiman di RDTR, tapi ternyata lahan tersebut merupakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Apabila akan melakukan alih fungsi, perizinannya harus diurus hingga Pusat.
“Kami akan menyesuaikan. Khusus lahan pertanian akan kami buat konsisten, Lahan Baku Sawah dan LP2B berada dalam zona yang sama. Tahun ini kami juga sedang merencanakan untuk pembuatan RDTR Sleman Utara.
Kepala DPMPTSP Sleman, Triana Wahyuningsih, mengatakan alasan pemilihan topik KKPR dan PGB memang mendasarkan pada tingginya permohonan penerbitan kedua dokumen tersebut.
Triana menyampaikan pihaknya berkomitmen menyelesaikan proses perizinan secepat mungkin sebagaimana diharapkan Bupati Sleman, Harda Kiswaya. Ia berpegang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Pada Pasal 128 PP tersebut, disampaikan bahwa jangka waktu penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut paling lama 20 (dua puluh) Hari dihitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.
“Kami sudah punya Perda RDTR, jadi bisa kami persingkat menjadi empat hari. Itu contoh untuk KKPR,” kata Triana. Adapun hasil FKP 2025 akan digunakan sebagai bahan evaluasi standar pelayanan oleh DPMPTSP. (Advertorial)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































