Ilustrasi perubahan iklim. - JIBI
JAKARTA--Yayasan milik miliarder Bill Gates, Gates Foundation, bakal menggelontorkan investasi senilai US$1,4 miliar atau sekitar Rp23,36 triliun untuk membantu petani skala kecil beradaptasi terhadap perubahan iklim dan mempersempit ketimpangan pendanaan dalam produksi pangan. Mengutip Bloomberg, Gates Foundation berkomitmen menyalurkan pendanaan tersebut dalam kurun empat tahun.
Pendanaan ini memungkinkan perluasan akses inovasi untuk membantu petani di kawasan Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Yayasan tersebut menyatakan bahwa dana akan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak, menyediakan layanan konsultasi digital, serta memulihkan lahan-lahan terdegradasi. Pengumuman itu disampaikan pada Jumat (7/11/2025), menjelang pertemuan iklim COP30 di Brasil.
“Petani skala kecil memberi makan komunitas mereka dalam kondisi yang sangat sulit. Berinvestasi pada ketahanan mereka adalah salah satu langkah paling cerdas dan berdampak besar yang dapat kita ambil, bagi manusia dan bagi planet ini,” kata Gates yang juga merupakan ketua yayasan dan pendiri Microsoft Corp., dalam pernyataannya.
Gates Foundation berupaya menjembatani kesenjangan pendanaan yang selama ini menjadi tantangan dalam sistem pangan global, meskipun sektor tersebut menyumbang sekitar sepertiga dari total emisi gas rumah kaca dunia.
Petani keluarga kecil menghasilkan lebih dari sepertiga pasokan pangan dunia dan berada di garis depan menghadapi dampak ekstrem cuaca seperti kekeringan dan banjir, tetapi mereka hanya menerima kurang dari 1% dari total pembiayaan publik untuk iklim.
Gates Foundation menyebut bahwa komitmen ini mendukung visi Gates yang tertuang dalam memo COP30-nya, yakni memprioritaskan investasi iklim dengan dampak kemanusiaan besar serta mempercepat upaya yayasan dalam mengentaskan jutaan orang dari kemiskinan pada 2045.
Dalam memo tersebut, Gates juga menyerukan perlunya sikap yang lebih proporsional dalam menanggapi perubahan iklim, dengan menolak narasi “kiamat iklim” yang menurutnya kontraproduktif terhadap aksi nyata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI

















































