Ada Anak PAUD Keracunan, KPAl Minta Evaluasi Menyeluruh Program MBG

2 hours ago 20

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini menyusul meningkatnya kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak, termasuk di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Wakil Ketua KPAl, Jasra Putra, menilai kasus keracunan yang terus berulang menunjukkan adanya persoalan serius dalam pengawasan dan pelaksanaan program MBG yang dicanangkan pemerintah. "Peristiwa keracunan demi keracunan makanan yang dialami anak-anak Indonesia dalam program MBG seperti sudah tidak bisa ditolerir lagi. Terakhir, anak-anak PAUD yang menjadi korban. Ini sangat mengkhawatirkan," kata Jasra dalam keterangan tertulis, dikutip Ahad (21/9/2025).

Menurut Jasra, daya tahan tubuh anak-anak usia PAUD jauh lebih rentan dibandingkan orang dewasa. Sementara itu, anak-anak pada usia tersebut juga kesulitan mengungkapkan keluhan kesehatan, terutama jika berasal dari keluarga yang kurang peka atau minim perhatian.

"Ibarat mobil, kita ngebut mengejar target, tapi tidak bisa melihat jalanan di depan. Bisa berbahaya. Program MBG perlu ngerem sejenak, evaluasi ulang semua aspek," kata dia.

Jasra juga mendorong adanya petugas khusus yang dilatih untuk menangani kondisi darurat seperti keracunan makanan pada anak usia dini, serta penyediaan alat-alat penanganan darurat yang sesuai standar kesehatan anak. "Bayangkan anak usia PAUD keracunan makanan. Tubuh mereka belum sekuat kita, dan mereka tidak mudah mengungkapkan kondisi kesehatan. Ini bukan sekadar angka-ini tentang nyawa dan masa depan anak-anak kita," kata Jasra.

KPAI bersama CISDI dan Wahana Visi Indonesia juga telah melakukan survei bertajuk "Suara Anak untuk Program MBG" di 12 provinsi. Survei yang melibatkan 1.624 responden, termasuk anak-anak disabilitas, dilakukan sejak 14 April hingga 23 Agustus 2025.

Hasil survei menemukan sebanyak 583 anak menerima makanan MBG dalam kondisi rusak, bau, dan basi, bahkan 11 anak tetap mengonsumsinya karena berbagai alasan. Beberapa anak mengeluhkan adanya ulat dalam buah dan sayur, bau tak sedap dari wadah makanan, hingga keterlambatan waktu distribusi. Anak-anak juga menyampaikan keinginan agar mereka dilibatkan dalam diskusi seputar kualitas makanan yang diterima.

"Anak-anak meminta agar kualitas makanan dijaga, penyajian tepat waktu, dan mereka diajak bicara. Ini bukan sekadar soal makan gratis-tapi makan yang aman, sehat, dan layak," ujar Jasra.

Dari hasil pengawasan langsung dan survei suara anak yang dilakukan di berbagai daerah, KPAI menyoroti lima temuan utama yang harus menjadi perhatian serius pemerintah. Pertama, program ini dinilai masih terlalu berfokus pada aspek ekonomi semata, sementara unsur higienitas dan keamanan pangan belum mendapat perhatian serius.

"Kedua, sebenarnya responden anak, sangat happy adanya budaya makan bersama, namun kalau melihat aspek kualitas makanan dan ketepatan waktu serta penyajian makanan, anak anak sangat menyayangkan," kata Jasra.

Ketiga, aspek keamanan pangan, aspek penyajian yang memenuhi kebersihan masih menjadi persoalan serius. Keempat, KPAl menilai edukasi mengenai gizi masih lemah dan belum menyentuh pemahaman anak secara mendalam. Informasi tentang pentingnya konsumsi makanan bergizi umumnya masih disampaikan secara formalitas belaka, tanpa membangun kesadaran yang melekat dan bisa diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.

"Terakhir, prinsip perlindungan anak harus jadi landasan utama kebijakan MBG, termasuk prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup, dan penghargaan terhadap pendapat anak," ujar Jasra.

Sebelumnya, 15 anak di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan pada Kamis (18/9/2025). Para korban terdiri atas siswa sekolah dasar (SD) dan anak-anak usia PAUD.

MBG anak kebutuhan khusus.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|