Kendeng 2025-09-20 16:31:52

Ribuan kerbau di Grobogan dan Demak mati karena wabah penyakit sejak 1899. Akibatnya, para petani kesulitan menggarap sawah akibat kekurangan kerbau untuk menarik bajak. Paceklik pun terjadi pada 1900.
Pemerintah memberikan bantuan kerbau untuk para petani dan mendirikan lumbung padi untuk menampung padi dari para petani. Petani harus menyerahkan satu pikul gabah untuk setiap satu bau (3/4 hektare) sawah mereka.
Namun, di kemudian hari para petani harus sibuk mengusir tikus dan kumbang bubuk dari lumbung padi. Beruntung, Asisten Wedana wilayah Gabus, R Wirjodihardjo, memiliki cara mengusir tikus dan kumbang bubuk menggunakan daun selasih.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Keberradaan lumbung padi, diakui pemerintah kolonial telah meringankan beban para petani di Groogan dan Demak. Setelah mengalami paceklik, para petani harus menghemat padi dengan cara menyimpan padi di lumbung desa.
Pemerintah kolonial menangkat petugas administrasi di setiap lumbung, dengan gaji 15 gulden. Uang untuk membayar petugas administrasi diambilkan dari kas lumbung.
Menurut laporan Bataviasch Nieuwsblad, para petani menyetorkan satu pikul gabah untuk setiap satu bau (3/4 hektare) sawah yang telah panen. Saat petani hendak menanam lagi, gabah dipinjamkan kepada petani, dengan bunga 50 persen yang harus dibayarkan setelah panen.
Jadi, jika petani meminjam satu pikul padi, ia harus mengembalikan 1,5 pikul. Dari 50 persen bunga itu, sebanyak 20-30 persen digunakan untuk keperluan administrasi, di antaranya untuk menggaji petugas administrasi itu.
Gabah milik petani akan dikembalikan 100 persen setelah empat tahun sejak pertama kali petani menyetorkan gabah ke lumbung. Dalam pengelolaan lumbung padi ini, aparat desa dilibatkan.
Untuk mengetahui manfaat lumbung padi ini, survei pun dilakukan. Menurut laporan Bataviasch Nieuwsblad, pada November 1905 ada 150 petani di Grobogan dan Demak yang ditanya.
Dari survei itu ditemukan fakta bahwa, mereka tidak lagi bergantung pada rentenir. Biasanya, setiap musim tanam tiba, mereka akan meminjam modal kepada rentenir. Bunga 50 persen yang dietapkan lumbung, jauh di bawah bunga yang ditetapkan oleh para rentenir.
Tahun demi tahun, lumbung desa terus menjadi andalan para petani di Grobogan. Namun, masalah baru muncul kemudian, yang juga membuat resah petani.
Pengelola lumbung pun dibuat tak berdaya. Tikus dan kumbang bubuk merusak gabah di lumbung.