"Teror" Tarif Trump Terancam Dibatalkan, Saatnya Dunia Bernapas Lega?

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat dari berbagai spektrum ideologi, baik konservatif maupun liberal, pada Rabu (5/11/2025) menyoroti keabsahan kebijakan tarif dagang agresif yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap sebagian besar negara di dunia.

Dalam sidang yang berlangsung lebih dari dua setengah jam, mereka mempertanyakan apakah langkah Trump melampaui kewenangan eksekutif dan melanggar hak konstitusional Kongres dalam urusan perpajakan.

Kasus ini berpusat pada tarif timbal balik atau resiprokal yang diterapkan Trump terhadap banyak mitra dagang AS, serta tarif tambahan untuk produk dari Kanada, China, dan Meksiko yang disebut "tarif fentanil."

Dua pengadilan federal sebelumnya memutuskan bahwa presiden tidak memiliki dasar hukum menggunakan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) untuk menetapkan tarif semacam itu.

Dalam sidang, Jaksa Agung D. John Sauer - yang mewakili pemerintahan Trump - membela kebijakan tersebut dengan menyebut tarif itu sebagai "langkah regulasi" bukan pajak.

"Ini adalah tarif regulasi, bukan tarif yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan," kata Sauer, dilansir CNBC International. "Fakta bahwa tarif ini menghasilkan pendapatan hanyalah dampak sampingan."

Namun, pernyataan itu segera mendapat tanggapan tajam dari Hakim Sonia Sotomayor, salah satu dari tiga hakim liberal di Mahkamah Agung.

"Bapak mengatakan tarif bukan pajak, tapi itulah kenyataannya," ujarnya. "Tarif ini menghasilkan uang dari warga negara Amerika - ini jelas merupakan pendapatan."

Sotomayor juga mengingatkan bahwa tidak ada presiden sebelum Trump yang pernah menggunakan IEEPA untuk mengenakan tarif sejak undang-undang itu disahkan pada 1977.

Hakim konservatif Neil Gorsuch turut menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan presiden, mengingat Trump memberlakukan tarif sepihak dengan dalih keadaan darurat terkait defisit perdagangan dan penyelundupan fentanyl.

"Bagaimana jika presiden memveto undang-undang yang ingin menarik kembali kekuasaan ini?" tanya Gorsuch.

"Secara praktis, Kongres tidak bisa mendapatkan kembali kekuasaan ini setelah memberikannya kepada presiden. Ini seperti jalan satu arah yang perlahan menggeser kekuasaan dari wakil rakyat ke eksekutif."

Beberapa hakim konservatif lain - termasuk Ketua Mahkamah John Roberts, Amy Coney Barrett, Brett Kavanaugh, dan Samuel Alito - juga menekan argumen pemerintah.

Adapun kebijakan tarif Trump dimulai dari 10% untuk banyak negara, dan bisa meningkat hingga 50% bagi India dan Brasil. Menurut Committee for a Responsible Federal Budget, jika tarif ini tetap berlaku, AS berpotensi meraup tambahan pendapatan sekitar US$3 triliun hingga tahun 2035.

Kelompok itu melaporkan bahwa pemerintah federal telah mengumpulkan US$151 miliar dari bea masuk pada paruh kedua tahun fiskal 2025 - naik hampir 300% dibanding periode yang sama pada 2024.

Neal Katyal, pengacara pihak penggugat yang menentang kebijakan tarif, menegaskan bahwa apapun istilah yang digunakan, tarif pada hakikatnya adalah pajak.

"Para pendiri bangsa memberikan kekuasaan untuk memungut pajak hanya kepada Kongres," katanya. "Kami tidak percaya IEEPA memberi wewenang kepada presiden untuk merombak arsitektur tarif dunia sesuka hati."

Katyal juga menyoroti bahwa dalih defisit perdagangan tidak konsisten, sebab Trump memberlakukan tarif 39% pada impor dari Swiss - negara sekutu AS - padahal AS justru mencatat surplus perdagangan dengan Swiss.

"Tidak ada presiden lain yang pernah melakukan hal seperti itu," katanya.

Mahkamah Agung belum mengumumkan kapan keputusan akan dikeluarkan, tetapi pemerintahan Trump meminta proses dipercepat.

Menteri Keuangan Scott Bessent memperingatkan dalam dokumen pengadilan bahwa jika Mahkamah memutus tarif tersebut ilegal dan menunda keputusan hingga musim panas tahun depan, AS mungkin harus mengembalikan dana lebih dari US$750 miliar kepada perusahaan dan importir yang terkena tarif.

Bessent, yang hadir di persidangan, kemudian menulis di X bahwa argumen Sauer "kuat dan meyakinkan," sementara para pengacara penggugat "salah memahami tujuan ekonomi dari kebijakan tarif Trump."

Ia menuding pihak penggugat "memperlihatkan ketidaktahuan ekonomi yang memalukan" karena menganggap embargo atau kuota tidak memengaruhi pendapatan pemerintah.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Lengkap! Ini Isi Surat Trump Ke Prabowo Soal RI Kena Tarif 32%

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|