Spirit Al-Quran dan Solidaritas Umat di Balik Dukungan 142 Negara untuk Palestina

2 hours ago 1

Image Ica Fadilah04

Dunia islam | 2025-09-21 22:33:40

Dunia sedang menulis babak baru untuk Palestina. Pada Jumat 12 September 2025, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi mengadopsi Deklarasi New York yang mendukung perwujudan Negara Palestina yang merdeka.

Dukungan 142 negara di forum PBB bukan hanya kemenangan diplomasi. Ia adalah simbol bahwa dunia semakin tidak bisa menutup mata terhadap penderitaan panjang yang dirasakan oleh bangsa Palestina. Bagi umat Islam, momen ini punya makna yang lebih dalam dan sebuah cerminan dari spirit Al-Qur’an tentang solidaritas, kemerdekaan, dan keadilan.

Sumber : https://www.canva.com

Al-Qur’an menegaskan bahwa membela mereka yang tertindas adalah bagian dari perintah iman. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ ayat 75:

وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا مِنْ هٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ اَهْلُهَاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ نَصِيْرًا

“Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah dari (kalangan) laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.”

Ayat ini menempatkan keberpihakan pada kaum tertindas bukan sebagai pilihan, tetapi kewajiban moral dan spiritual. Dukungan 142 negara terhadap Palestina sejalan dengan semangat ini, meski datang dari bangsa yang berbeda keyakinan. Di sinilah terlihat bahwa nilai keadilan bersifat menyeluruh dan mampu menjembatani umat manusia lintas batas agama maupun budaya.

Namun, di balik kegembiraan atas dukungan mayoritas dunia, kita perlu bertanya, sejauh mana solidaritas ini bisa diwujudkan secara nyata? Sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa suara di forum internasional tidak selalu berbanding lurus dengan tindakan di lapangan. Palestina masih terus menghadapi blokade, penggusuran, dan serangan yang menelan banyak korban jiwa. Maka, refleksi kritisnya adalah, jangan sampai solidaritas global berhenti pada simbol diplomatik belaka tanpa langkah konkret untuk mengakhiri penjajahan.

Sejarah Islam juga mencatat sebuah peristiwa penting sebelum kenabian, yaitu Hilf al-Fudhul. Perjanjian ini lahir di Makkah sebagai aliansi lintas kabilah untuk membela orang-orang yang dizalimi dan lemah. Rasulullah SAW, bahkan setelah diangkat menjadi Nabi, tetap menyatakan dukungannya terhadap perjanjian tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa membela pihak yang tertindas adalah nilai universal yang selaras dengan risalah Islam. Spirit Hilf al-Fudhul inilah yang hari ini tercermin dalam dukungan internasional terhadap Palestina. Solidaritas kemanusiaan yang melampaui batas agama, suku, dan bangsa.

Dalam tradisi Islam, solidaritas tidak hanya bermakna retorika, melainkan aksi nyata. Rasulullah SAW juga memberi teladan dalam Piagam Madinah, ketika beliau mempersatukan berbagai kelompok dengan latar belakang berbeda untuk membangun tatanan yang adil. Prinsip yang beliau tegakkan adalah persaudaraan dan kesetaraan hak. Semangat inilah yang relevan untuk kita tarik ke konteks Palestina. Solidaritas bukan hanya soal berbicara, melainkan membangun konsensus yang mengikat dan memberi dampak riil bagi kehidupan rakyat yang tertindas.

Lebih jauh lagi, solidaritas umat terhadap Palestina seharusnya tidak berhenti pada doa atau suara emosional di media sosial. Spirit Al-Qur’an menuntut kita untuk menghadirkan kontribusi nyata dalam bentuk donasi kemanusiaan, advokasi di ruang publik, pendidikan yang menanamkan kepedulian pada generasi muda, serta gerakan ekonomi yang menghindari produk-produk yang mendukung penjajahan (boikot). Solidaritas dalam Islam selalu bersifat multidimensi spiritual, moral, sosial, sekaligus politis.

Kita juga perlu belajar dari cara Rasulullah SAW membangun kekuatan umat di masa awal Islam. Beliau tidak hanya mengandalkan doa, tetapi juga membangun basis ekonomi yang mandiri, jaringan diplomasi yang luas, dan komunitas yang solid. Dalam konteks hari ini, umat Islam perlu menata kekuatan ekonomi, budaya, dan intelektualnya agar suara untuk Palestina tidak bisa dipandang sebelah mata. Solidaritas akan lebih kuat ketika didukung oleh posisi tawar yang nyata.

Dari sisi lain, dukungan 142 negara menjadi pengingat bahwa perjuangan Palestina bukanlah isu agama semata, melainkan isu kemanusiaan. Banyak negara non-Muslim yang turut menyuarakan dukungan itu, membuktikan bahwa keadilan adalah nilai yang menyatukan. Inilah relevansi pesan Al-Qur’an yang sering kali diabaikan. Islam membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), bukan hanya bagi umat Islam. Solidaritas untuk Palestina adalah bentuk nyata dari pesan universal itu.

Akhirnya, kita bisa menyimpulkan bahwa dukungan global terhadap Palestina adalah momentum yang harus dijaga dan diperkuat. Spirit Al-Qur’an menuntun kita untuk tidak berhenti pada simbol, tetapi menjadikan solidaritas sebagai aksi yang konsisten. Sebab, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 10 yang berisi:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ۝١٠

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati”.

Maka, membela Palestina bukan hanya soal politik luar negeri, melainkan juga soal menjaga identitas iman dan kemanusiaan kita.

Solidaritas 142 negara bagi Palestina harus kita lihat bukan sebagai akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang menuju kemerdekaan yang hakiki. Spirit Al-Qur’an mengingatkan bahwa persaudaraan sejati adalah yang melahirkan aksi, bukan sekadar janji. Dari sejarah Rasulullah hingga sidang PBB hari ini, benang merahnya tetap sama yaitu membela Palestina adalah bagian dari menjaga iman dan martabat kemanusiaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|