Gedung Kantor Pusat Microsoft di Redmond, Washington, Amerika Serikat. / Wikipedia
Harianjogja.com, JOGJA—Raksasa teknologi Microsoft telah mengambil langkah tegas dengan memutus sejumlah layanan utama kepada unit Kementerian Pertahanan Israel (IMOD). Keputusan ini diumumkan pada Kamis (25/9/2025) menyusul penyelidikan internal yang mengonfirmasi adanya penggunaan teknologi perusahaan untuk pengawasan massal terhadap warga sipil di Gaza.
BACA JUGA: Pakai AI, Microsoft Hemat Rp8 Triliun
Brad Smith, Presiden Microsoft, menyatakan bahwa penggunaan teknologi perusahaan—termasuk layanan cloud dan AI—untuk memata-matai warga sipil merupakan pelanggaran terhadap ketentuan layanan standar Microsoft.
Keputusan penting ini dipicu oleh investigasi yang dipublikasikan oleh The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call bulan lalu. Sedangkan hasil investigasi itu menemukan, unit di IMOD menggunakan kapasitas penyimpanan layanan Microsoft Azure yang sangat besar. Penyimpanan tersebut digunakan untuk menampung kumpulan besar panggilan telepon warga Palestina biasa yang telah disadap. Kemampuan analisis komunikasi berskala luas ini turut membentuk operasi militer di Gaza dan Tepi Barat.
Setelah melakukan peninjauan internal, Microsoft mengambil tindakan segera. Mulai dari penghentian layanan, berkomitmen mengenai privasi dan bertujuan memastikan layanan mereka tidak disalahgunakan untuk pengawasan massal warga sipil.
Smith menambahkan bahwa keputusan ini tidak akan memengaruhi kerja sama Microsoft lainnya dengan Israel, meskipun kerja sama tersebut telah lama menjadi isu kontroversial dan memicu protes dari sejumlah karyawan Microsoft.
Sebelumya, pada awal tahun ini, seorang pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Francesca Albanese, telah meminta puluhan perusahaan—termasuk Microsoft, Amazon, dan Alphabet—untuk menghentikan bisnis dengan Israel. Selain itu mereka memperingatkan risiko terlibat dalam kejahatan perang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News