Kuota MBG Tiap SPPG Terlalu Banyak, Perlu Dievaluasi

3 hours ago 2

Kuota MBG Tiap SPPG Terlalu Banyak, Perlu Dievaluasi Contoh menu Makan Bergizi Gratis. - dok - Harian Jogja

Harianjogja.com, SRAGEN --Kuota Makan Bergizi Gratis (MBG) tiap  Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG terlalu sehingga rentan terjadi keracunan.

Penanggung Jawab SPPG di Sepat, Masaran, Sragen, Budiono Rahmadi, saat diwawancarai Espos, Senin (29/9/2025) menjelaskan evaluasi menyeluruh Program MBG itulah yang diharapkan karena program MBG ini bagus tetapi dalam pelaksanaannya masih ada kekurangan yang harus disempurnakan.

Budi yang juga legislator DPRD Sragen mengatakan kekurangannya masih 50% agar berjalan lebih baik. "Jadi saya senang kalau SOP [standard operating procedure] atau kinerja SPPG dievaluasi, supaya kejadian keracunan MBG beberapa waktu lalu tidak terulang. Kalau keracunan itu dugaan saya ada tiga faktor, yaitu bahan baku, proses pendinginan hingga penyajian, dan penggunaan air," jelas Budi.

Dia menjelaskan penggunaan bahan baku harus benar-benar fresh supaya tidak muncul masalah. Saat pendinginan makanan juga harus maksimal karena kalau tidak makanan yang masih panas langsung dimasukkan ompreng dan ditutup berpotensi cepat basi.

"Apalagi jarak antara memasak dan penyajian cukup panjang, makanan bisa terkontaminasi. Solusinya pendinginan dimaksimalkan dan jarak memasak sampai konsumsi tidak lama, paling lima jam," jelas dia.

BACA JUGA: Prabowo Sebut Hampir 30 Juta Penerima Manfaat MBG, Penyimpangan Hanya 0,00017 Persen

Kemudian penggunaan air, menurut Budi, juga berpengaruh pada kualitas MBG. Dia mengatakan penggunaan air harus benar-benar higienis dan tidak ada kandungan bahan berbahaya. Dia menyarankan menggunakan air RO atau air dari pegunungan.

"Selain teknis di SPPG, koordinasi dengan stakeholders terkait juga perlu dievaluasi. Komunikasi dengan Pemerintah Daerah, Dinas, sekolahan, sampai kelurahan atau desa harus terjalin baik dan terintegrasi. Pengawasannya pun dapat dilakukan bareng-bareng," ujar dia.
Ketersediaan SDM dan Sarpras

Budi sebagai pengelola SPPG menilai alokasi lebih dari 3.000 porsi MBG setiap hari per SPPG terlalu berlebih atau terlalu banyak sehinga perlu dievaluasi. Dia menilai jatah MBG lebih dari 3.000 porsi itu rentan terjadi keracunan karena berpotensi mengakibatkan waktu memasak dan penyajian yang panjang.

"Saya yang menjalankan usaha SPPG ini sudah merasakan dan jatah 3.000 porsi lebih. Idealnya jatah per SPPG itu maksimal hanya 2.500 porsi per hari. Dalam proses memasaknya pun harus didukung dengan peralatan yang memadai dan mumpuni," ujar Budi.

Koordinator Daerah Mitra SPPG Muhammadiyah Sragen, Rosit Mustofa, juga menyambut baik rencana pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap juru masak di seluruh SPPG. Dia menyampaikan upaya pemerintah itu dilakukan untuk mengawal Program MBG nasional agar berjalan sesuai tujuan utama.

"Pemerintah memastikan ketersediaan SDM [sumber daya manusia] maupun sarpras [sarana praarana] pendukung sehingga kebijakan pemerintah tidak terkesan hanya sebagai reaksi spontan dari adanya kejadian. Selama ini di SPPG kami sudah berjalan sesuai dengan SOP yang ada," jelas Rosit.

Dia menjelaskan SOP itu dilaksanakan mulai dari pengadaan bahan pangan, peracikan, pemasakan, pemorsian, distribusi, hingga cuci alat. Dia menyatakan setiap bagian itu ada petugas pengawas agar pelaksanaannya sesuai dengan SOP. "SPPG kami melayani PAUD, SD, SMP Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen; SMP dan MA Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen; SD Al Hidayah, dan RA Masyitoh karangtengah," ujarnya.

Dia menyampaikan dari tujuh SPPG yang dimiliki Muhammadiyah Sragen, baru dua yang sudah operasional, yaitu SPPG Sumengko dan SPPG Kliteh. Sedangkan lima SPPG lainnya, jelas dia, segera operasional pada Oktober. Kelima SPPG itu berada di Puro, Tangkil, Mondokan, Gesi, dan Tangen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : espos.id

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|