Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah Iran melaporkan bahwa stok air minum di ibu kota, Tehran, dapat habis dalam dua pekan. Situasi ini terjadi di tengah negara tersebut yang sedang mengalami kekeringan terburuk dalam beberapa dekade.
Berdasarkan laporan Islamic Republic News Agency (IRNA), krisis ini dipicu oleh kekeringan parah. Behzad Parsa, Direktur Perusahaan Air Tehran, mengungkapkan data kritis dari Bendungan Amir Kabir, salah satu dari lima sumber air utama kota.
"Saat ini, Bendungan Amir Kabir hanya menampung 14 juta meter kubik air. Itu hanya delapan persen dari kapasitasnya," ujar Behzad, seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (3/11/2025).
Pada 2024, bendungan yang sama masih menyimpan sekitar 86 juta meter kubik air. Sayangnya, kondisi empat bendungan penyangga lainnya tidak diinformasikan.
Penyebab dan Dampak Kekeringan Ekstrem
Teheran, kota berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa, bergantung pada Pegunungan Alborz sebagai sumber air utama. Kekeringan tahun 2025 tercatat sangat ekstrem.
"Pada 2025, telah terjadi penurunan curah hujan 100% di wilayah Tehran," tambah Behzad.
Dengan konsumsi penduduk sekitar tiga juta meter kubik air per hari, pemerintah terpaksa mengambil langkah darurat. Pasokan air di beberapa kawasan telah diputus sementara untuk penghematan.
Langkah Penanggulangan dan Dampak Lanjutan
Krisis air juga berdampak pada sektor energi. Pemadaman listrik kerap terjadi, terutama selama musim panas. Pada Juli dan Agustus 2025, pemerintah menetapkan dua hari libur nasional untuk menghemat air dan energi, menyusul suhu udara yang melonjak di atas 40 derajat Celsius di Tehran dan lebih dari 50 derajat Celsius di beberapa daerah lain.
Langkah-langkah darurat ini menunjukkan betapa seriusnya krisis air yang mengancam ibu kota Iran tersebut.
"Krisis air jauh lebih serius daripada yang dibicarakan saat ini," ujar Presiden Iran Masoud Pezeshkian saat kondisi puncak kekeringan melanda.
Faktanya, kekurangan air ini bukan hanya masalah di Tehran, melainkan di seluruh Iran, khususnya di provinsi-provinsi kering selatan. Para ahli sepakat, selain perubahan iklim, penyebab utama dari krisis ini adalah salah urus sumber daya air dan eksploitasi berlebihan terhadap air tanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































