Kamis Pon, Saat ASN dan Pelajar di DIY Berbalut Baju Adat Jawa Gagrak Ngayogyakarta

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, Kamis Pon jadi hari istimewa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebab, dari kantor pemerintahan hingga sekolah-sekolah, tampak ASN dan para pelajar menjalankan aktivitasnya dengan mengenakan pakaian adat Jawa Gagrak Ngayogyakarta. Pemandangan itu pun menghiasi berbagai tempat di DIY pada Kamis Pon 18 September 2025.

Pria, perempuan, anak-anak, hingga orang dewasa berbalut busana tradisional yang dipakai lengkap dengan blangkon, jarik, kebaya, dan selop. Hal itu menjadi pemandangan khas yang  memperkuat identitas budaya daerah istimewa ini. Kewajiban mengenakan pakaian adat setiap Kamis Pon ini rupanya merupakan bentuk pelestarian budaya yang diinisiasi Pemerintah Daerah DIY.

Tidak hanya ASN, seluruh pelajar dari berbagai jenjang pendidikan pun ikut terlibat aktif dalam gerakan ini, termasuk para siswa SMK Negeri 6 Kota Yogyakarta. Saat dijumpai, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Nining Widuri, menyampaikan bahwa sekolahnya telah menjalankan aturan tersebut sesuai dengan arahan dari Gubernur DIY.

"Kalau di SMK Negeri 6 ini untuk pemakaian seragam sudah lama mengikuti peraturan Gubernur bahwasanya himbauannya kalau dulu Kamis Pahing pakai baju adatnya, sekarang ganti dengan Kamis Pon," kata Nining kepada Republika, Kamis (18/9/2025).

Ia menjelaskan terdapat ketentuan khusus mengenai jenis pakaian adat yang boleh digunakan oleh siswa adalah lurik. Sosialisasi aturan ini sudah dilakukan sejak masa MPLS, dan mayoritas siswa telah mematuhi ketentuan tersebut.

"Harus sesuai dengan aturannya itu lurik. Tidak boleh kembang-kembang dan jariknya juga sudah ada ketentuannya, jadi tidak boleh sembarangan," ucapnya.

Meski demikian, Nining menyampaikan bahwa pihak sekolah memberi kelonggaran bagi siswa yang belum memiliki pakaian adat tersebut secara lengkap. "Yang belum sesuai kita mendorong untuk orang tuanya membelikan tetapi tidak serta merta tidak boleh (menggunakan pakaian adat yang dimiliki -red), silahkan memakai dulu yang ada tetapi nanti disesuaikan," ungkap dia.

Menurut Nining, respons para siswa cukup positif terhadap kebijakan ini karena sebagian besar sudah terbiasa menggunakan pakaian adat sejak sekolah dasar. Ia juga menyoroti antusiasme para siswa dan guru dalam mengabadikan momen Kamis Pon dengan berfoto bersama.

"(Responnya) senang, itu ada yang foto-foto. Nanti gurunya juga foto sama anak-anaknya," katanya.

Ia berharap para siswa dapat memahami makna di balik pakaian adat yang mereka kenakan. Yogyakarta, dengan segala keistimewaannya, terus menunjukkan bahwa budaya lokal bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dikenakan secara bangga.

"Semoga anak-anak lebih tau apa artinya kita memakai baju adat itu, tidak sekedar memakai. Oh ternyata dengan memakai kita tau budaya-budaya di Jogja. Baju adat juga bermacam-macam. Kan ada yang tidak boleh seperti motif parang. Kenapa tidak boleh, anak-anak jadi mempelajari itu," ujarnya.

"Istilahnya menguri-uri budaya Jawa," ucapnya menambahkan.

Salah satu pelajar di SMK tersebut mengatakan mulai beradaptasi dengan pakaian adat yang wajib dikenakan setiap Kamis Pon itu. Menurutnya, momen ini menjadi warna tersendiri pasalnya setiap orang tampil dengan gaya berpakaian yang berbeda dari seragam sekolah.

"Nggak ada masalah sih pakai pakaian adat, karena ini juga jadi warna tersendiri di sekolahan," ucapnya.

Dijumpai terpisah, salah satu ASN di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta, Wening  Anggun Sasmita mengaku antusias mengikuti kebijakan mengenakan pakaian adat setiap Kamis Pon. "Saya senang memakai kebaya saat Kamis Pon karena dapat melestarikan budaya, menumbuhkan rasa bangga terhadap tradisi Jawa, sekaligus bisa mengekspresikan diri melalui fashion versi budaya jawa dan menyadari bahwa busana jawa dapat nyaman digunakan bahkan saat bekerja," ungkap dia.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|