Ekonom UGM Dukung Keputusan Menkeu Purbaya Tolak Tax Amnesty

2 hours ago 2

Ekonom UGM Dukung Keputusan Menkeu Purbaya Tolak Tax Amnesty Ilustrasi pajak. / Freepik

Harianjogja.com, JOGJA—Ekonom Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Rijadh Djatu Winardi mendukung keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang sudah tidak mendukung lagi program pengampunan pajak atau tax amnesty. Menurutnya tax amnesty menawarkan jalan keluar jangka pendek bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Kebijakan ini memberi kesempatan bagi penghindar pajak untuk mendeklarasikan aset atau pendapatan yang sebelumnya tidak dilaporkan, dengan imbalan pengurangan sanksi atau bahkan penghapusan sanksi pidana. Manfaat dari sisi fiskal penerimaan negara bisa meningkat cepat dalam jangka pendek dan basis pajak bisa diperluas karena ada wajib pajak yang kembali masuk ke sistem.

Akan tetapi jika dilihat dengan perspektif slippery slope framework yang dikembangkan oleh Kirchler pada tahun 2007, ada konsekuensi yang tidak bisa diabaikan. Di mana kerangka ini menekankan bahwa kepatuhan pajak bertumpu pada dua hal yaitu kepercayaan wajib pajak kepada otoritas dan kekuatan otoritas dalam menegakkan hukum. Tax amnesty yang berulang berpotensi melemahkan keduanya.

BACA JUGA: Warga Badui Pedalaman Minta Perbaikan Jalan dan Layanan Kesehatan

"Saya sepakat dan setuju dengan pandangan Menteri Keuangan," ucapnya, Sabtu (27/9/2025).

Dia menjelaskan dari sisi kepercayaan, wajib pajak yang selama ini patuh bisa merasa diperlakukan tidak adil. Sebab melihat penghindar pajak justru mendapatkan jalan keluar lunak lewat amnesty. Hal ini mengikis rasa percaya terhadap sistem perpajakan dan dalam jangka panjang dapat menurunkan kepatuhan sukarela.

Kedua dari sisi kekuatan otoritas, jika pemerintah berkali-kali meluncurkan tax amnesty, pesan yang tersampaikan ke publik adalah bahwa penegakan hukum pajak tidak konsisten dan tidak menimbulkan rasa takut. Akibatnya efek jera dari sanksi hukum melemah. Wajib pajak bisa berasumsi bahwa cukup dengan menunda kewajiban, suatu saat pasti ada amnesty kembali.

"Walaupun tax amnesty dapat efektif dalam kasus tertentu dan dalam jangka pendek, pemerintah sebaiknya berhati-hati untuk tidak menjadikannya sebagai strategi berulang," jelasnya.

Rijadh menyebut ada risiko serius bagi tingkat kepatuhan apabila pengampunan pajak diberikan secara berulang. Wajib pajak bisa terbiasa menunda kewajibannya dengan asumsi akan selalu ada kesempatan untuk diampuni.

Menurutnya ada beberapa opsi strategi perluasan penerimaan pajak yang bisa dipertimbangkan pemerintah. Misalnya pajak karbon dan pajak digital, ini bisa menjadi instrumen penting seiring tren global dan perubahan struktur ekonomi.

Keduanya memang sudah mulai digarap, namun implementasinya harus hati-hati agar tidak menimbulkan beban berlebihan bagi dunia usaha maupun konsumen.
Selain itu ada juga pajak kekayaan atau wealth tax yang berbasis pada nilai aset seseorang. Di banyak negara tarifnya relatif rendah, umumnya di bawah 3,5%, tetapi tetap bisa memberi kontribusi signifikan apabila basis data kekayaan dapat dipetakan dengan baik.

"Optimalisasi juga bisa dilakukan pada pajak produksi batu bara yang perhitungannya berbasis volume produksi, mengingat sektor ini masih menjadi salah satu penyumbang utama penerimaan negara," katanya.

BACA JUGA: KRI RE Martadinata Dikerahkan di Latihan Tempur Laut Banda

Alternatif lainnya adalah windfall tax, yakni pajak atas keuntungan tidak terduga ketika harga komoditas melonjak. Sebagai contoh, Inggris pada tahun 2022 menerapkan windfall tax sebesar 25% untuk perusahaan minyak dan gas karena harga energi naik tajam.

Meski potensial namun alternatif ini juga membutuhkan kajian mendalam, desain kebijakan yang tepat, dan political will yang kuat supaya implementasinya tidak kontraproduktif.

Melansir dari JIBI/Bisnis.com Menteri Keuangan Purbaya, Yudhi Sadewa menganggap bahwa penerapan kembali pengampunan pajak akan merusak kredibilitas pemerintah.

"Pandangan saya, kalau (tax amnesty) berkali-kali, gimana kredibilitas amnesty? Itu memberikan sinyal ke pembayar pajak bahwa boleh melanggar. Nanti ke depan-depannya ada amnesti lagi," katanya.

Dia menambahkan, sepanjang tahun ini pemerintah juga telah menggelar tax amnesty sebanyak dua kali. Purbaya menuturkan, pengadaan tax amnesty yang dilakukan berulang kali dapat membuat wajib pajak dapat berpikir praktik penghindaran pajak akan terus ditoleransi.

"Tahun ini kita sudah mengeluarkan ini sudah dua kali, nanti tiga (kali), empat, lima, dan seterusnya. Pesannya nanti kibulin aja pajaknya, nanti kita tunggu di tax amnesty, pemutihannya disitu. Itu yang nggak boleh," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|