CSED Indef Nilai Kucuran Dana Rp200 Triliun Bisa Bebani Bank Himbara

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef, Nur Hidayah, menanggapi kebijakan pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) yang menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank himbara. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi membebani bank sehingga perlu didukung pengawasan ketat.

Nur menilai kebijakan ini memiliki sisi positif dan negatif. Dana tersebut pada awalnya disimpan di BI sebagai bantalan apabila terjadi krisis atau kesalahan sistemik. Namun, kini diarahkan Kementerian Keuangan untuk disalurkan ke bank-bank agar menggerakkan sektor riil melalui kredit, dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dengan kebijakan Menteri Keuangan yang baru, dana ditempatkan di perbankan himbara untuk menggerakkan perekonomian sektor riil. Tapi kondisi masyarakat saat ini memang lesu. Selama ini penyerapan kredit atau pembiayaan, baik konvensional maupun syariah, masih rendah,” kata Nur usai acara Tasyakuran Milad ke-1 CSED Indef di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Mengutip data BI, pertumbuhan kredit perbankan terbilang lambat. Kondisi ini dipengaruhi sikap menunggu (wait and see) pelaku usaha, suku bunga kredit yang masih tinggi, serta kecenderungan penggunaan dana internal untuk pembiayaan usaha.

Hal tersebut mengakibatkan fasilitas pinjaman yang belum dicairkan masih besar. Rasio undisbursed loan pada Agustus 2025 mencapai Rp2.372,11 triliun atau 22,71 persen dari plafon kredit yang tersedia.

“Apabila ditambahkan dengan penempatan Rp200 triliun itu, bisa jadi malah menambah beban, apalagi bentuknya deposit on call. Kalau sewaktu-waktu pemerintah menariknya, sementara dana masih disalurkan untuk kredit, tentu akan menimbulkan persoalan,” ujar Nur.

Ia menekankan perlunya instrumen penempatan dana yang lebih strategis agar sesuai target sasaran dalam menggerakkan sektor riil. “Perlu ada penempatan di sektor strategis yang bisa menciptakan lapangan kerja lebih luas. Dengan begitu, suntikan dana ini bisa berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Selain itu, Nur menegaskan perlunya pengawasan dari berbagai pihak agar penggunaan dana benar-benar sesuai tujuan. Ia mengingatkan agar kasus serupa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak terulang.

“Ketika ada dana pemerintah dalam jumlah besar tanpa pengawasan dan audit ketat, risikonya bisa menjadi bancakan seperti BLBI. Karena itu, media dan LSM perlu ikut mengawal agar tepat sasaran,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, mengeluarkan kebijakan menempatkan dana pemerintah di BI sebesar Rp200 triliun untuk bank-bank himbara demi mendorong sektor riil. Rinciannya, Bank Mandiri Rp55 triliun, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Rp55 triliun, Bank Negara Indonesia (BNI) Rp55 triliun, Bank Tabungan Negara (BTN) Rp 25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) Rp10 triliun.

Likuiditas tersebut sudah dikucurkan sejak Jumat (12/9/2025), dengan ketentuan tenor enam bulan, bersifat deposit on call, serta dilarang digunakan untuk pembelian surat berharga negara (SBN).

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|