REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Untuk mengatasi ancaman kepunahan warisan budaya, tim Dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) menggandeng komunitas seni lokal. Kerja sama dilakukan, untuk menerapkan digitalisasi karya dan pengurusan legalitas karya seni Sunda sebagai dua strategi pelestarian utama.
Melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM), Sanggar Tari Azka Studio di Rancaekek, Kabupaten Bandung, didampingi secara intensif untuk melakukan digitalisasi karya. Sekaligus, mengurus perlindungan hukum atau legalitas bagi tari-tari Sunda yang mereka kembangkan.
Menurut Tim Dosen Unpad yang dipimpin oleh Dr. Ute Lies Siti Khadijah, fokus pertama program adalah digitalisasi. Karena, dinilai krusial untuk menghadapi derasnya penetrasi budaya populer dan penurunan minat generasi muda. Tim Unpad, membimbing sanggar untuk mendokumentasikan dan mengarsipkan karya tari tradisional mereka ke dalam format digital modern.
"Digitalisasi menjadi jembatan untuk menghubungkan kembali tari tradisional dengan generasi muda di platform yang mereka gunakan sehari-hari. Ini adalah cara kita memastikan relevansi tradisi di tengah pusaran modernitas," ujar Ute Lies Khadijah di Bandung, Kamis (6/11/2025).
Secara paralel, kata dia, program ini menangani masalah struktural yang sering terabaikan, yakni perlindungan hukum. “Tim Unpad memfasilitasi pengurusan legalitas, seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan penetapan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT),” katanya.
Ute menerangkan, langkah ini diambil karena sebagian besar karya tari tradisional sangat rentan terhadap plagiarisme dan klaim sepihak. "Tanpa kepastian hukum, warisan budaya kita tidak hanya rawan diklaim, tetapi juga sulit dikembangkan potensi ekonominya. Kepastian hukum adalah fondasi agar warisan budaya dapat bertransformasi menjadi aset ekonomi kreatif yang menyejahterakan," kata Ute.
Menurut Ute, Sanggar Azka Studio dipilih karena konsistensinya melestarikan tari Sunda meski memiliki keterbatasan serius. Sanggar yang berdiri sejak 2019 ini menjadi titik vital regenerasi bagi 25 penari muda di wilayahnya. "Keterbatasan teknis dan finansial di sanggar inilah yang menjadi akar permasalahan. Mereka hanya memiliki satu unit kamera DSLR lama dan ketiadaan sistem arsip digital. Karena itu, intervensi kami rancang untuk mengatasi dua isu kritis sekaligus: penurunan minat generasi muda dan masalah legalitas," papar Ute.

3 hours ago
2













































