REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) akan menggelar Forum Perdamaian Dunia atau World Peace Forum IX pada 9-11 November 2025 nanti. Menurut Direktur Eksekutif CDCC Ahmad Fuad Fanani, pertemuan berskala global itu akan mengangkat tema "Considering Wasatiyyat Islam and Tionghua for Global Collaboration."
Tema itu dipilih lantaran sudah banyak bukti kegagalan nilai-nilai Barat untuk mengatasi pelbagai masalah kemanusiaan global. Oleh karena itu, CDCC menawarkan nilai-nilai dari dunia Islam dan Tionghoa sebagai alternatif.
Ahmad Fuad mengatakan, banyak pemikir dan aktivis kemanusiaan menyuarakan kebangkrutan nilai-nilai Barat. Dalam 100 tahun belakangan, dominasi Barat tak kunjung menghadirkan stabilitas dan perdamaian di tengah dunia.
"Jadi, nilai-nilai Islam dan Tionghua itu bisa ditawarkan ke dunia, yang itu bisa menjadi nilai alternatif," kata Fuad kepada Republika sela-sela jumpa pers WPF IX di Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (6/11/2025)
Ia menjelaskan, ada kesamaan antara dunia Islam dan dunia Tionghoa. Keduanya dipandang berasal dari Timur dan cenderung berada di periferi bila dibandingkan dengan narasi yang diusung Barat. Dalam pandangan CDCC, sudah saatnya para tokoh dari Timur saling bekerja sama untuk mewujudkan perdamaian dunia.
"Kita ingin menyatukan. Selama ini, kalangan cendekiawan, pebisnis, politisi, dan pemimpin dunia itu jalan masing-masing, tapi kita ingin membuat kolaborasi," ucap dia.
"Kalau kita ingin mencapai perdamaian dunia, itu tidak bisa satu pihak saja, tapi kita harus kolaborasi dengan pihak-pihak lain," sambung Fuad.
WPF IX mengundang berbagai kalangan, mulai dari para pembuat kebijakan, aktivis, cendekiawan, tokoh agama, hingga pemimpin politik.
Di tempat yang sama, Penasihat CDCC Yuli Mumpuni Widarso mengatakan, dalam fiosofi konfusius banyak nilai-nilai yang mendekati Islam moderat (wasathiyah). Keduanya sama-sama mementingkan jalan tengah, anti-ekstremisme, dan upaya menuju perdamaian.
"Konfusianisme itu di Indonesia memang menjadi agama, tapi di Tiongkok---karena tidak ada agama---mereka adalah filosofi, way of life. Memang, konfusianisme itu cocok dengan wasathiyah kita yang damai dan anti-ekstremisme," kata Yuli.
Ketua CDCC Prof Din Syamsuddin dalam banyak forum internasional di berbagai negara telah lama menyuarakan hal ini. Maka dari itu, menurut Yuli, CDCC mengusung tema yang menunjukkan titik temu antara Islam dan filosofi konfusianisme.
"Jadi tatarannya tataran moral begitu kita bicara tataran moral, moral wasathiyah dan moral konfusius ada titik temunya," ujar dia.

2 hours ago
3

















































