Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa e-commerce asal China, Shein, berencana menggenjot bisnis baru untuk diversifikasi sumber pendapatan. Pasalnya, penghapusan kebijakan 'de minimis' dan perang tarif yang masih dilancarkan Amerika Serikat (AS) berdampak pada 'mesin uang' e-commerce China seperti Shein dan Temu.
Adapun model bisnis baru yang disasar adalah pembukaan jaringan manufaktur baju di China untuk merek-merek fashion pihak ketiga. Untuk memanfaatkan layanan tersebut, merek-merek yang tertarik diminta membuka toko online di marketplace Shein.
Rantai pasok untuk peritel fast-fashion tersebut meliputi pabrik-pabrik yang bisa memproduksi desain baru dalam waktu 5-7 hari. Layanan ini diluncurkan Shein setelah hampir 2 tahun melakukan persiapan dan uji coba, dikutip dari NewBytes, Jumat (19/9/2025).
Sejauh ini, sekitar 20 merek fashion sudah memanfaatkan layanan yang dinamai 'Xcelerator' tersebut. Di antaranya adalah label fashion asal Prancis bernama Pimkie, serta merek designer asal Filipina bernama Jian Lasala.
Selain manufaktur, Shein melalui Xcelerator juga menawarkan sampel pengembangan produk, gudang, penjualan, dan pemenuhan pesanan terhadap merek yang bergabung.
NewsBytes mencatat bahwa layanan ini kemungkinan tak bisa diakses oleh merek-merek fashion kecil dengan biaya rendah yang ditawarkan Shein.
Namun, inisiatif ini dinilai sebagai langkah strategis untuk memanfaatkan jaringan rantai pasok pakaian Shein yang luas di China selatan, di tengah persaingan yang semakin ketat dan lingkungan perdagangan yang fluktuatif.
Tidak seperti Alibaba.com dan 1688.com, yang menyediakan akses terbuka bagi produsen China, Shein memberikan syarat akses pemasok dengan partisipasi dalam platformnya.
Tutup di Indonesia, Berkantor Pusat di Singapura
Sebagai informasi, Shein merupakan e-commerce asal China yang merambah pasar global dan berkantor pusat di Singapura. Shein sempat beroperasi di Indonesia, tetapi akhirnya tutup pada Agustus 2021.
Pemerintah Indonesia melarang e-commerce China seperti Shein dan Temu untuk berbisnis di Tanah Air lantaran model bisnisnya dikhawatirkan bisa membunuh UMKM lokal. Shein dan Temu menjual barang sangat murah karena langsung menhubungkan pabrik ke konsumen akhir via aplikasinya tanpa ada perantara.
Shein dan Temu mendulang popularitas secara global karena barang murah tersebut. Namun, beberapa saat lalu Trump menghapus kebijakan de minimis yang selama ini dimanfaatkan Shein dan Temu.
Kebijakan de minimis membuat barang impor dengan harga di bawah US$800 bebas bea masuk ke pasar AS. Dihapusnya kebijakan ini membuat harga jual barang-barang Temu dan Shein tak bisa lagi semurah sebelumnya.
Shein tidak mengumbar informasi keuangannya. Namun, Bloomberg sebelumnya melaporkan bahwa laba bersih perusahaan melonjak hingga lebih dari US$400 juta dengan pendapatan mendekati US$10 miliar pada Q1 karena konsumen berbondong-bondong membeli produk-produk peritel di Shein sebelum tarif AS diberlakukan.
Meskipun menghadapi tantangan operasional eksternal dan rintangan IPO, Shein tetap menjadi pemain kuat di industri e-commerce yang spesifik menyasar fast-fashion.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cara Jahat Ecommerce China Pembunuh UMKM Laris Manis Kini Terungkap