Strategi PGE Kejar Target Perusahaan Geothermal Terbesar

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagai perusahaan energi hijau, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE bermimpi untuk bisa menjadi perusahaan pengembang panas bumi terbesar di Indonesia, bahkan hingga ke level internasional. PGE pun berharap mimpi tersebut bisa terwujud pada tahun 2029-2030 mendatang.

Direktur Utama PGE, Julfi Hadi mengatakan, berdasarkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, pemerintah jelas mendorong optimalisasi pemanfaatan energi terbarukan, termasuk panas bumi. Oleh sebab itu, melihat potensi yang ada, PGE pun optimis bisa merealisasikan mimpinya tersebut.

"Kalau kita menjadi 1 GW company di tahun 2030 mungkin Indonesia sudah bisa menjadi the biggest geothermal country. Terus, 10 tahun dari sekarang, 1.7-1.8 GW company, kira-kira begitu," ujar Julfi dalam Squawk Box Energy Corner, Kamis (18/9/2025).

Seperti diketahui, Indonesia sendiri merupakan penghasil panas bumi terbesar di dunia dengan lokasi sumber energi tersebut yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Panas bumi juga termasuk sumber energi hijau baseload yang artinya bisa diandalkan selama 24 jam penuh. Panas bumi pun dapat menjadi penopang utama untuk mendukung program swasembada energi nasional.

PGE tentu berupaya meningkatkan kapasitas pembangkit panas bumi yang dikelolanya di masa depan. Hal ini didukung oleh kehadiran Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang sangat mengakomodasi energi hijau. Dalam RUPTL terbaru ini, pemerintah menargetkan tambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 5,2 gigawatt (GW).

PGE juga memiliki peran krusial dalam mewujudkan target tambahan kapasitas panas bumi, sebagaimana yang tercantum di RUPTL. Pasalnya, PGE memiliki potensi sumber daya panas bumi mencapai 3 GW yang bisa dimanfaatkan dengan pengembangan manufaktur pembangkit listrik.

Lantas, PGE menargetkan dalam 2-3 tahun mendatang dapat memiliki kapasitas terpasang panas bumi mencapai 1 GW. Adapun saat ini, PGE mengelola pembangkit listrik panas bumi (PLTP) dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.932 megawatt (MW), terdiri dari 727 MW yang dikelola mandiri dan 1.205 MW bersama mitra.

Di sisi lain, Julfi menjelaskan, pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi bersih harus terus dijalankan. PGE pun berusaha menjalin kolaborasi strategis agar panas bumi dapat menjadi warisan bangsa untuk menuju Indonesia Emas 2045.

Tak hanya itu, Julfi yang juga menjabat Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menyebut, setiap perusahaan panas bumi termasuk PGE sedang bekerja keras untuk memastikan proyek-proyek energi terbarukan tersebut berjalan. API juga sedang menghitung kembali berapa potensi keuntungan yang bisa diperoleh pengembang panas bumi berdasarkan peraturan yang berlaku.

Bagi PGE, kunci untuk memenuhi target menjadi perusahaan industri panas bumi terbesar pada 2029 yaitu terobosan sebagai Independent Power Producer (IPP) serta dukungan dari pemerintah berupa insentif. Keberadaan insentif sangat penting bagi tiap pengembang panas bumi, mengingat sektor ini membutuhkan terobosan teknologi mutakhir yang bernilai investasi tinggi.

"We need to have new technology, seperti modular power plant. Teknologi-teknologi seperti itu meng-cut service facilities yang dari sumur biasanya harus ada pipa lama ke power plant. Ini pipanya hilang, power plantnya ditaruh di sumur, seperti itu manufacturing di Indonesia," kata dia.

Julfi juga menegaskan, pemerintah bersama API harus duduk bersama melihat lagi dukungan insentif apa saja yang cocok untuk mempercepat pengembangan panas bumi nasional. Pada akhirnya, perumusan skema insentif terbaik akan berdampak positif terhadap progres PGE yang menargetkan kapasitas panas bumi mencapai 1 GW dalam beberapa tahun mendatang.

Pengembangan Ekosistem Green Hydrogen

Tak hanya fokus pada peningkatan kapasitas panas bumi, PGE juga berencana mengembangkan green hydrogen dan green ammonia. Julfi mengaku, awal September 2025 pihaknya sudah melakukan kick-off untuk memulai pengembangan bisnis baru tersebut yang turut dihadiri Wakil Menteri Investasi dan Wakil Menteri ESDM.

PGE pun percaya diri dapat merealisasikan pengembangan ekosistem green hydrogen dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini didukung oleh keunggulan PGE yang memiliki rantai pasok panas bumi yang lengkap, mulai dari upstream, midstream, hingga downstream.

Fasilitas produksi panas bumi PGE juga sangat memungkinkan dimanfaatkan untuk pengembangan green hydrogen. Di samping itu, PGE juga bisa memanfaatkan sinergi dengan anak usaha PT Pertamina (Persero) lainnya terkait keperluan distribusi green hydrogen maupun pencarian off-taker produk tersebut.

Rencana pengembangan ekosistem green hydrogen juga menjadi bukti bahwa PGE tidak hanya berfokus pada panas bumi sebagai sumber energi listrik saja. Pada dasarnya, PGE juga bisa mengolah panas bumi untuk potensi di luar ketenagalistrikan (off grid), misalnya panas bumi menjadi produk green hydrogen yang kemudian dapat diolah kembali menjadi green ammonia. Produk green ammonia ini dapat dioptimalkan untuk dijual ke pasar ekspor.

Tak hanya itu, PGE juga mendapati permintaan yang tinggi untuk optimalisasi panas bumi di sektor pusat data (data center). Dalam hal ini, PGE dapat berkontribusi menciptakan green data center dengan memanfaatkan sumber energi hijau.

"Untuk green hydrogen ini dan green ammonia, banyak sekali demand di Indonesia yang strategis, apalagi kita bekerja dengan pemerintah. Mudah-mudahan pemerintah bisa lihat di sini," terang dia.

Perkuat Industri Lokal

Tak ketinggalan, bila mengacu pada Asta Cita, peran PGE tidak hanya terfokus pada pengembangan panas bumi semata. PGE juga berkomitmen mengembangkan hilirisasi dan industri lokal di sekitar wilayah operasi.

"Karena geothermal ini adalah local resources, maka manfaatnya juga harus langsung dirasakan oleh local people. Selama ini, listrik hasil dari panas bumi tersalurkan ke berbagai daerah, PGE menghadirkan inovasi yang bisa mendukung industri lokal agar tumbuh di daerah, salah satunya industri kopi yang banyak berkembang di kawasan pegunungan," ujar Julfi.

Lebih lanjut, Julfi menjelaskan bahwa sekitar 2-3 bulan lalu, PGE telah mengekspor kopi Kamojang hasil dari inovasi geothermal dry house untuk pengeringan kopi. Dengan teknologi ini, proses pengeringan biji kopi yang sebelumnya memerlukan waktu hingga 28 hari kini dapat dipersingkat menjadi kurang dari 5 hari. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan produk kopi dengan kualitas lebih baik dan daya saing lebih tinggi.

"Ini adalah contoh nyata bahwa pemanfaatan panas bumi bisa langsung mendukung pengembangan industri lokal. Ke depan, inovasi geothermal dry house ini akan kami kembangkan lebih luas di berbagai daerah. Jadi, untuk menjawab Asta Cita, panas bumi bukan hanya soal energy security, tetapi juga mampu menjadi penggerak hilirisasi dan pembangunan ekonomi daerah," pungkasnya.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Kuartal I 2025, Laba Bersih PGE (PGEO) Rp 528,9 Miliar

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|