Skandal Pelecehan Seksual di Penjara Israel Berubah Jadi Drama Politik

3 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Skandal pelecehan seksual terhadap tahanan Palestina di pusat penahanan militer Sde Teiman berubah menjadi drama politik besar di Israel, menenggelamkan fokus terhadap kejahatan brutal itu sendiri.

Kisah bermula ketika Mayor Jenderal Yifat Tomer-Yerushalmi, pengacara militer senior Israel, mengaku membocorkan rekaman pemerkosaan beramai-ramai terhadap seorang tahanan Palestina pada Juli 2024. Namun, alih-alih menyoroti korban dan pelaku, perdebatan publik justru berpusat pada dirinya dan konflik politik yang menyertainya.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut kebocoran itu sebagai "serangan hubungan masyarakat paling parah yang pernah dialami Negara Israel." Kritik pun muncul dari kalangan hukum dan media yang menilai pemerintah berupaya menutupi substansi kasus tersebut.

"Ini adalah berita besar di Israel, tetapi Anda tidak akan menemukan kata 'pemerkosaan' di manapun," ujar Orly Noy, editor surat kabar Local Call, dikutip Al Jazeera, Kamis (6/11/2025).

"Fokusnya sepenuhnya bergeser dari kejahatan itu sendiri."

Di televisi nasional, Menteri Energi Eli Cohen dari Partai Likud mengecam keras Tomer-Yerushalmi, sementara Menteri Pertahanan Yoav Gallant turut menuding Tomer-Yerushalmi melakukan "fitnah berdarah" terhadap para tersangka pemerkosa.

Tekanan terhadap Tomer-Yerushalmi meningkat sejak Agustus 2024, hingga akhirnya ia mengundurkan diri pada awal November dan mengaku sebagai sumber kebocoran. Beberapa jam kemudian ia ditangkap dan dijerat berbagai dakwaan, termasuk penipuan dan penyalahgunaan jabatan.

Sementara itu, lima tersangka pelaku pemerkosaan hanya dijerat dakwaan "penganiayaan berat". Korban sendiri telah dipulangkan ke Gaza dalam pertukaran tahanan, sehingga peluang persidangan menjadi semakin kecil.

"Pemerkosaan tidak penting," kata analis politik Ori Goldberg. "Yang penting bagi pemerintah adalah siapa yang membocorkan rekaman itu dan bagaimana mereka bisa memanfaatkan situasi untuk menyerang lembaga peradilan."

Perseteruan ini memperdalam konflik lama antara Netanyahu dan institusi hukum Israel, yang memuncak sejak usulan "reformasi peradilan" pada 2023. Reformasi itu dikritik karena dinilai akan melemahkan pengawasan terhadap pemerintah dan memperluas kekuasaan eksekutif.

"Mereka ingin menutupi pemerkosaan itu," tegas anggota parlemen Aida Touma-Suleiman. "Pemerintah sibuk menyerang jaksa penuntut, bukan menangani kejahatan."

Pada akhirnya, isu kemanusiaan tersingkir dari perdebatan politik. "Bagi kedua belah pihak, ini semua tentang sistem, bukan tentang korban Palestina," kata jurnalis Orly Noy. "Institusi yang mereka lindungi adalah institusi yang sama yang memungkinkan penyiksaan terhadap warga Palestina terus berlangsung."


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Koalisi Retak, Netanyahu Ditinggal Sekutunya di Parlemen

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|