Para calon pekerja migran dari Kota Tasikmalaya mendapatkan pelatihan bahasa dan budaya Jepang sebelum diberangkatkan (ilustrasi).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pola pelatihan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dinilai perlu segera bertransformasi agar lebih adaptif terhadap kebutuhan generasi muda dan perkembangan teknologi.
Ketua Umum Perkumpulan Penyelenggara Pelatihan Vokasi Pekerja Migran Indonesia (P3VOKASI-PMI), Faisaludin Sondeng, menilai metode pelatihan saat ini masih konvensional dan belum sesuai dengan karakter generasi milenial maupun Gen Z.
“Di era digital ini, pelatihan sudah seharusnya dilakukan secara daring atau hybrid. CPMI bisa mengikuti pelatihan dari mana saja tanpa perlu meninggalkan pekerjaan atau keluarga. Ini akan jauh lebih efisien secara waktu maupun biaya,” kata Faisal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Ia menambahkan, studi menunjukkan pola belajar generasi muda lebih condong ke metode interaktif, visual, dan digital. Hal ini, menurutnya, harus menjadi dasar penyusunan ulang sistem pelatihan CPMI.
Persaingan global yang semakin ketat, terutama pada bidang keterampilan khusus, menuntut Indonesia menyiapkan tenaga kerja migran yang lebih kompeten. Faisal menekankan, modernisasi pelatihan harus menjadi bagian dari strategi nasional pemberdayaan dan perlindungan pekerja migran sejak pra-keberangkatan.
“Jika pemerintah serius menyiapkan tenaga kerja unggul, pelatihan yang adaptif dan efisien adalah keharusan, bukan pilihan,” ujarnya.