Foto ilustrasi insinerator sampah. / Freepik
Harianjogja.com, JOGJA—Program Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) merupakan solusi jangka pendek dan perlu diiringi upaya transisi menuju ekonomi sirkular.
"Itu solusi, betul. Tapi solusi jangka pendek untuk menghilangkan masalah sampah," ujar lakar rantai pasok dan ekonomi sirkular Universitas Gadjah Mada (UGM) Luluk Lusiantoro, Kamis (6/11/2025).
Dia mengemukakan kondisi sampah saat ini memang sudah kritis sehingga teknologi seperti PSEL dan incinerator yang dicanangkan pemerintah menjadi pilihan tepat untuk mengurangi timbunan.
Ia menilai program itu relevan ketika tempat pembuangan akhir penuh dan penanganan harus dilakukan segera agar sampah tidak menumpuk di jalan atau permukiman.
Meski demikian, dia mengatakan, PSEL tetap perlu dilihat sebagai bagian dari penanganan darurat, bukan sebagai pola permanen.
Baca juga: Danantara targetkan "groundbreaking" pembangunan PSEL pada Maret 2026
Menurut dia, teknologi itu membutuhkan evaluasi sebelum turun ke tahap investasi besar dan jangka panjang.
"Pemerintah perlu memastikan listrik yang dihasilkan PSEL benar-benar terserap agar tidak menambah beban baru pada sistem energi," ujar dia.
Luluk menyarankan agar masa penggunaan PSEL diberi tenggat yang jelas dengan periode transisi hingga lima tahun untuk memaksimalkan penataan sistem, edukasi masyarakat, hingga pembentukan skema tanggung jawab produsen dalam pengelolaan kemasan.
Masa transisi itu, kata dia, harus benar-benar digunakan untuk memperkuat sistem sirkular sehingga tidak menjadi alasan masyarakat menghentikan gerakan pemilahan dan pengurangan sampah. "Jangan sampai ini jadi kebiasaan yang mengubah pola ekonomi sirkular," ujar dia.
Ia mengingatkan risiko ketika masyarakat dan industri justru berlomba-lomba mencari sampah demi memenuhi kapasitas pembakaran PSEL sehingga tujuan mendorong perubahan perilaku menjadi terabaikan.
"Masalah lingkungan dan sampah selesai, tapi kita tidak berhasil mengubah perilaku manusia untuk menuju konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Tidak tercipta ekonomi yang berkelanjutan ke depan," ujar dia.
Oleh karena itu, ia berharap, upaya edukasi, konsolidasi kebijakan, pembahasan dengan produsen, serta desain produk yang minim sampah perlu digencarkan sebagai strategi jangka panjang.
"Kalau tidak, kita bisa kebablasan lima tahun, bahkan nanti perpanjang 15 tahun sehingga tidak akan ada peluang untuk kemudian kita masuk ke transisi yang menuju ekonomi yang berkelanjutan," ujar Luluk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara

















































