Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mengendus adanya calon jamaah haji yang ditawari langsung berangkat di tahun yang sama kalau menebusnya dengan biaya tinggi. Nantinya mereka berangkat memakai jatah kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi.
Hal itulah yang berujung masalah hukum dalam kasus kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). "Yang ditawarkan kepada mereka (calon jamaah haji) sehingga harganya menjadi lebih tinggi naiknya karena mereka ditawari bisa berangkat di tahun itu juga," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Jakarta dikutip pada Rabu (10/9/2025).
KPK mengamati sebenarnya ada antrean dalam skema haji khusus yang dapat mencapai dua tahun agar bisa berangkat. Tetapi, para calon jamaah haji ini diimingi agar membayar lebih tinggi supaya memangkas antrean.
"Makanya ditawarkan kepada calon jamaah haji itu kalau mau membayar yang lebih tinggi nanti bisa langsung berangkat," ujar Asep.
Penawaran itu berbuah masalah hukum. Pasalnya, ada permainan jahat yang menimbulkan kerugian. "Jadi itulah yang menjadi bargaining dari agen-agen, travel agent ini untuk meningkatkan harga. Bahkan ada di kisaran antara Rp 300 juta sampai Rp 400 juta untuk satu kuota," ujar Asep.
Atas temuan itu, KPK mengaku masih mengusut siapa saja pihak yang terlibat. Menurut Asep, KPK mengendus adanya perantara karena pejabat Kemenag yang terlibat diduga tak langsung bertemu dengan pihak penyelenggara perjalanan haji.
"Melalui beberapa orang sebagai perantaranya seperti itu. Dan beberapa juga sudah kita minta keterangan seperti disitu ada staf khusus dan lain-lain yang melibatkan orang-orang seperti itu. Jadi tidak directly (langsung) dari travel agent itu ke pucuk pimpinan yang oknum di Kementerian Agama," ujar Asep.