Harianjogja.com, JOGJA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menemukan sejumlah persoalan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). JPPI pun meminta program MBG dihentikan sementara dan dievaluasi total.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji membeberkan masalah yang terjadi dalam MBG selama ini, salah satunya keracunan siswa yang kerap terulang. Hal itu diperparah dengan munculnya kesepakatan bermasalah di salah satu sekolah di wilayah Brebes Jawa Tengah. Ada dua kesepakatan bermasalah yang sempat viral di media sosial terkait MBG ini.
“Keduanya terkait dengan penandatanganan surat pernyataan untuk tidak menuntut bila anak mereka sakit atau keracunan akibat program MBG, bahkan tidak boleh menceritakan kasus ke pihak luar, termasuk ke media,” kata Ubaid, dikutip dari laman resmi JPPI, Jumat (19/9/2025).
Ubaid menilai surat kesepakatan tersebut merupakan pelecehan terhadap hak anak dan orang tua. Selain itu juga sebagai bentuk lempar tanggung jawab pemerintah.”Negara seolah mengatakan kalau anakmu keracunan itu risiko sendiri,” tegasnya.
Menurutnya peristiwa di Brebes dan Polewali Mandar dinilai sebagai bukti orang tua dan sekolah dipaksa menanggung risiko kesehatan murid. Sedangkan tanggung jawab utamanya ada pada pemerintah yang menyediakan program.
JPPI juga menilai pemda khususnya dinas pendidikan dan dinas kesehatan tidak hadir dengan tegas untuk memastikan standar pangan, distribusi, dan keamanan makanan.
“Banyak anak menerima makanan yang jauh dari standar gizi seimbang: porsi kecil, kualitas bahan rendah, dan variasi menu tidak sesuai kebutuhan tumbuh kembang. Kondisi ini bukan hanya gagal mencapai tujuan gizi, tetapi juga menimbulkan risiko keracunan massal di berbagai daerah,” jelasnya.
Ubaid berpendapat, anak-anak dijadikan objek eksperimen kebijakan tanpa perlindungan, bertentangan dengan UU Perlindungan Anak dan UU Keamanan Pangan.
Ubaid menyebut JPPI memantau hingga pertengahan September 2025 tak kurang dari 5.360 anak mengalami keracunan akibat program MBG.
BACA JUGA: Korban Keracunan MBG di Semin Gunungkidul Sudah Masuk Sekolah
Karena itu JPPI merekomendasikan untuk mencabut semua surat pernyataan bermasalah yang membebankan risiko kesehatan pada sekolah/madrasah atau orang tua.
Kemudian memperkuat pengawasan Perda,Badan Pengawas Obat dan Makanan; Dinas Kesehatan, dan juga melibatkan masyarakat sipil dalam setiap tahap distribusi makanan di sekolah atau madrasah.
Selanjutnya BGN pusat harus bertanggung jawab penuh terhadap keamanan, transparansi, dan standar gizi. JPPI menegaskan BGN pusat tidak boleh berlindung di balik sekolah atau madrasah.
Publikasi terbuka terhadap setiap kasus keracunan supaya masyarakat tahu, dan bukannya ditutup-tutupi. “Menghentikan dan mengevaluasi semua program MBG, sehingga benar-benar jadi kebijakan gizi anak, bukan semata proyek politik,” ucapnya.
Sekedar diketahui siswa keracunan makanan MBG di DIY juga terjadi di beberapa sekolah seperti di wilayah Sleman, Kulonprogo, dan terbaru di Kabupaten Gunungkidul.
Sedikitnya 19 siswa di Kapanewon Semin diduga keracunan usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis, Senin (15/9/2025). Untuk kepastian, Dinas Kesehatan Gunungkidul telah melakukan penyelidikan epidemiologis terkait kasus ini.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono mengatakan, total ada 19 siswa yang diduga keracunan. Rinciannya, sebanyak 15 siswa berasal dari SD, tiga siswa SMP dan satu siswa SMP. Selain keracunan, di salah satu sekolah di wilayah Bantul ditemukan ulat dalam menu MBG.
mendesak agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan sementara setelah rentetan kasus keracunan yang menimpa siswa di berbagai daerah tak terkecuali di DIY.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News