Hasil Studi: Bintang-bintang Baksasa Telah Membentuk Gugus Bintang Tertua di Alam Semesta

3 hours ago 1
 bintang-bintang bermassa rendah yang masih bertahan menyimpan jejak angin dari bintang-bintang masif tersebut, yang kemudian runtuh menjadi lubang hitam bermassa menengah./Credit: Fabian Bodensteiner; background: image of the Milky Way globular cluster Omega Centauri, captured with the WFI camera at ESO’s La Silla Observatory.Di sebelah kiri, gambaran artistik gugus bola menjelang kelahirannya, yang menampung bintang-bintang masif dengan angin bintang dahsyat yang memperkaya gugus tersebut dengan unsur-unsur yang diproses pada suhu sangat tinggi. Di sebelah kanan, gugus bola purba seperti yang kita amati saat ini: bintang-bintang bermassa rendah yang masih bertahan menyimpan jejak angin dari bintang-bintang masif tersebut, yang kemudian runtuh menjadi lubang hitam bermassa menengah./Credit: Fabian Bodensteiner; background: image of the Milky Way globular cluster Omega Centauri, captured with the WFI camera at ESO’s La Silla Observatory.

Para astronom telah lama mempertanyakan bagaimana gugus bintang tertua dan paling misterius di alam semesta —yang dikenal sebagai gugus bola— terbentuk.

Kini, sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Dr. Mark Gieles dari Institute of Cosmos Sciences of the University of Barcelona (ICCUB) dan Institute of Space Studies of Catalonia (IEEC) telah mengembangkan model baru yang menunjukkan bahwa bintang-bintang raksasa, dengan massa lebih dari 1.000 kali massa Matahari kita, memainkan peran sentral dalam membentuk struktur kosmik purba ini.

Studi yang dipublikasikan dalam Monthly Notices of the Royal Astronomical Society ini menawarkan pandangan baru tentang bagaimana generasi pertama bintang memengaruhi kimia dan evolusi galaksi.

Gugus bola adalah kumpulan bintang padat berbentuk bola yang terdiri dari ratusan ribu —atau bahkan jutaan— bintang yang mengorbit hampir setiap galaksi besar, termasuk Bima Sakti kita.

Sebagian besar berusia lebih dari 10 miliar tahun, yang berarti mereka terbentuk ketika alam semesta masih dalam tahap awal, tak lama setelah Big Bang.

Meskipun usianya sudah tua, gugus-gugus ini tetap menjadi salah satu misteri terbesar astronomi.

Bintang-bintang mereka menunjukkan jejak kimia yang tidak biasa, beberapa di antaranya kaya akan unsur-unsur seperti helium, nitrogen, dan aluminium, sementara yang lain mengandung lebih banyak oksigen atau magnesium.

Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah memperdebatkan apa yang dapat menyebabkan variasi aneh tersebut dalam gugus yang sama.

Model baru dari Gieles dan kolaboratornya akhirnya menawarkan penjelasan.

Dengan menggunakan teori yang disebut model aliran-inersia, para peneliti menemukan bahwa di lingkungan yang bergejolak dan kaya gas di alam semesta awal, beberapa bintang yang luar biasa masif—disebut bintang sangat masif (EMS)—dapat terbentuk secara alami.

Bintang-bintang raksasa ini, dengan berat antara 1.000 dan 10.000 massa matahari, membakar bahan bakarnya dengan cepat dan melepaskan angin bintang yang kuat yang berisi produk sampingan dari pembakaran hidrogen yang intens.

Material ini kemudian bercampur dengan gas murni di sekitarnya, membentuk bintang-bintang baru dengan komposisi kimia yang berbeda.

“Model kami menunjukkan bahwa hanya beberapa bintang yang sangat masif dapat meninggalkan jejak kimia yang bertahan lama pada seluruh gugus,” kata Dr. Gieles.

“Model ini akhirnya menghubungkan bagaimana gugus bola terbentuk dengan tanda-tanda kimia yang tidak biasa yang kita amati saat ini.”

Proses ini terjadi dengan cepat—hanya dalam satu atau dua juta tahun—dan sebelum ledakan supernova apa pun dapat mencemari gas, sehingga gugus-gugus ini dapat mempertahankan sifat kimianya yang unik.

Temuan ini juga menjelaskan galaksi-galaksi pertama. Menurut para peneliti, galaksi-galaksi yang diamati oleh Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) yang tampak luar biasa kaya akan nitrogen mungkin sebenarnya mengandung gugus bola muda yang didominasi EMS.

Bintang-bintang masif ini dapat menerangi dan memperkaya galaksi-galaksi paling awal, sementara keruntuhannya pada akhirnya kemungkinan menghasilkan lubang hitam bermassa menengah, yang dapat dideteksi melalui gelombang gravitasi.

"Penelitian ini memberi kita gambaran terpadu tentang bagaimana gugus bintang masif, galaksi-galaksi awal, dan black hole (lubang hitam) saling terhubung," kata rekan penulis Paolo Padoan dari Dartmouth College.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa bintang-bintang yang sangat masif merupakan arsitek kosmik alam semesta awal."

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|