Para aktivis jaringan Greenfaith turut menyambut kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Organisasi lingkungan berbasis keimanan, Greenfaith Indonesia menandatangani kerja sama dengan Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Kerja sama ini mencakup tiga hal. Pertama, penelitian kolaboratif di bidang lingkungan hidup, termasuk penerbitan hasil riset dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kedua, penguatan kapasitas jemaat GPIB agar semakin peduli dan mampu beraksi dalam gerakan ekologi. Ketiga, promosi gerakan gereja ramah lingkungan baik di tingkat daerah maupun nasional.
Kerja sama berlaku empat tahun dan dapat diperpanjang. Seluruh pembiayaan dituangkan dalam rencana program bersama yang dikelola secara transparan.
“Krisis iklim adalah krisis spiritual. Ia menantang kita semua umat beragama, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk keluar dari zona nyaman dan bekerja bersama. MoU ini adalah langkah kecil, tetapi penting, menuju perubahan besar,” kata Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia Hening Parlan dalam pernyataannya, Kamis (18/9/2025).
Ia menegaskan, transisi energi bukan semata soal teknis, tetapi perubahan pola pikir. “Net zero tidak hanya soal listrik, tetapi juga mengurangi sampah dan mengubah kebiasaan yang tidak ramah lingkungan,” ujar dia.
GPIB, melalui kemitraan ini, menegaskan dirinya sebagai gereja publik—gereja yang tak hanya berfokus pada ruang ibadah, tetapi juga menjawab pergumulan masyarakat dan lingkungan.
“Gereja tak bisa menutup mata. Kerusakan lingkungan adalah krisis moral. Melalui kerja sama ini, kami ingin memberi teladan bahwa menjaga bumi adalah bagian dari pelayanan kasih,” ujar Ketua II Majelis Sinode GPIB Bidang Gereja, Masyarakat, Agama-Agama, dan Lingkungan Hidup (GERMASA-LH) Pendeta Manuel E. Raintung.