REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berencana menaikkan tarif Transjakarta. Namun, hingga kini belum ada kepastian tarif baru Transjakarta yang bakal diberlakukan.
Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jakarta, Muhammad Taufik Zoelkifli, mengatakan pihaknya masih belum sama sekali membahas mengenai kenaikan tarif Transjakarta. Pasalnya, belum ada usulan tarif baru dari Pemprov Jakarta.
Tidak ada kode iklan yang tersedia."Jadi, kami di DPRD itu belum membicarakan sama sekali tentang tarifnya jadi berapa, karena belum ada masuk dari eksekutif," kata dia di Balai Kota Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Menurut dia, tarif baru Transjakarta itu nantinya harus diusulkan terlebih dahulu kepada DPRD Provinsi Jakarta. Setelah itu, baru dilakukan pembahasan mengenai kemampuan bayar dan keinginan bayar (ability to pay-willingness to pay/ATP-WTP) masyarakat untuk naik Transjakarta.
"Jadi itu kan diusulkan dulu dari Gubernur, ya, mau naik berapa, kemudian nanti kita bicarakan. Kita juga menunggu kajian ya, kajiannya seperti apa," kata dia.
Ia menyampaikan, berdasarkan kajian Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), masyarakat di Jakarta telah mampu membayar tarif Transjakarta lebih dari Rp 3.500. Namun, kajiak itu belum secara resmi disampaikan kepada DPRD Provinsi Jakarta.
"Dikatakan bahwa oleh DTKJ ya, Dewan Transportasi Kota Jakarta yang mengatakan, tapi belum menyampaikan, ya kajiannya seperti apa. Apakah (naik) Rp 1.500, Rp 2.000, belum secara resmi belum diberikan," ujar legislator yang kerap disapa MTZ itu.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, tarif Transjakarta saat ini sudah sangat rendah dibandingkan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta, yang angkanya mencapai Rp 5,3 juta. Sementara tarif Transjakarta hanya Rp 3.500 per penumpang atau Rp 7.000 untuk kebutuhan pulang pergi.
"Kalau kita melihat cakupan layanan angkutan umum Jakarta yang sudah mencapai 91,8 persen dan dengan tarif Transjakarta sekarang misalnya Rp 3.500, PP Rp 7.000. Per hari kali katakanlah 25 hari bekerja, dapat berapa? Tidak lebih dari Rp 200 ribu," kata dia.
Dengan angka itu, ia mengeklaim, kebutuhan biaya transportasi di Jakarta tidak sampai memakan anggaran sampai 10 persen gaji.
Dengan UMP kita 5,3, maka itu di bawah 10 persen. Dan kita melihat dari apa yang disampaikan oleh lembaga yang survei, itu bukan Jakarta tapi Jabodetabek. Artinya, angka itu tidak terlalu besar memakan anggaran gaji.
Ihwal kenaikan tarif, Syafrin mengaku masih belum bisa memastikan besarannya. Yang bisa dipastikan, sampai saat ini tarif Transjakarta masih Rp 3.500 per penumpang.
"Kami terus melakukan kajian dan memang sebagaimana dipahami bahwa dengan tarif Rp 3.500 saat ini, cost recovery tarif tersebut dengan biaya operasional Transjakarta itu hanya di 14 persen. Begitu ada pemotongan DBH, tentu ini berpengaruh terhadap kapasitas fiskal Jakarta," ujar dia.
Karena itu, Pemprov Jakarta perlu melakukan penyesuaian tarif Transjakarta. Apalagi, tarif layanan transportasi serupa di daerah penyangga saat ini rata-rata sudah Rp 5.000 per penumpang.
"Begitu Rp 5.000 sekali naik, tidak secara jaringan. Begitu berpindah angkot, bayar lagi. Tapi di Jakarta Rp 3.500 mencakup 91,8 persen jumlah populasi Jakarta yang dilayani," kata dia.

8 hours ago
2















































