Buruh di DIY Tuntut UMP Naik 50 Persen dan Hapus Sistem Kontrak

6 days ago 10

Buruh di DIY Tuntut UMP Naik 50 Persen dan Hapus Sistem Kontrak Buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/8/2025). Aksi buruh yang dilakukan serentak di berbagai daerah di Indonesia tersebut untuk menuntut pemerintah bisa menghapus sistem outsourcing, menolak upah murah, membentuk satgas PHK, mensahkan rancangan undang-undang ketenagakerjaan tanpa omnibus law, juga memberantas korupsi hingga tuntas. Antara - Novrian Arbi

Harianjogja.com, JOGJA—Kelompok buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY mendesak pemerintah merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan termasuk di dalamnya menghapus sistem kontrak dan outsourcing yang dinilai merugikan pekerja.

Tuntutan itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa di Tugu Jogja, Kamis (30/10/2025) siang. Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengatakan sistem kerja kontrak dan outsourcing telah menekan kesejahteraan buruh. Dalam revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, pihaknya menilai pemerintah seharusnya berani meniadakan dua sistem tersebut.

“Kami ingin pemerintah membuka sistem hubungan industrial yang adil, tanpa banyak konflik, dengan menghapus sistem kontrak dan outsourcing,” ujar Irsad di sela-sela aksi.

Selain itu, buruh juga masih menyuarakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY minimal 50 persen dari besaran saat ini, sehingga berada di kisaran Rp3,6 juta hingga Rp4 juta per bulan. Menurut hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan MPBI, angka tersebut adalah batas minimum bagi buruh untuk bisa hidup layak di DIY.

Irsad menyebutkan, buruh di DIY saat ini hidup dalam kondisi defisit. Dengan rata-rata UMK di DIY yang berkisar sekitar Rp2 juta, banyak pekerja tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, menabung, atau membeli rumah.

Bahkan, lanjutnya, pendidikan anak-anak buruh ikut terdampak karena biaya kuliah di kampus-kampus di Jogja tergolong tinggi.

Dalam aksi yang merupakan bagian dari gerakan serentak nasional di berbagai daerah itu, MPBI juga mendesak pemerintah segera mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PRT) yang sudah lama tertunda.

“Ada dua catatan merah bagi pemerintah saat ini. Pertama, UU PRT belum disahkan. Kedua, draft revisi UU Ketenagakerjaan masih mirip dengan UU Cipta Kerja, padahal banyak pasal yang merugikan buruh,” kata Irsad.

Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Ariyanto Wibowo, mengatakan persoalan upah tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu pendekatan.

Ia menilai perlu ada upaya peningkatan penghasilan di luar upah pokok, misalnya dengan mendorong pekerja memiliki usaha sampingan atau mengembangkan keterampilan tambahan.

“Selain upah, ada penghasilan di luar upah. Bisa dengan pelatihan keterampilan seperti jualan online atau wirausaha sesuai kemampuan pekerja,” ujarnya.

Ariyanto menambahkan, komunikasi antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha perlu diperkuat agar solusi bersama bisa ditemukan. “Kalau duduk bareng dan diskusi, pasti ada jalan keluar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|