10 Larangan Bagi Muslimah yang Sedang Haid

1 hour ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Haid berarti keluarnya darah dari rahim seorang wanita dewasa. Ini adalah hal yang lumrah terjadi setiap bulan sebagai bagian dari siklus biologisnya.

Dalam pandangan Islam, kondisi Muslimah yang sedang haid akan berdampak pada hukum fikih, khususnya yang berkaitan dengan ibadah. Seperti dilansir dari laman Kementerian Agama RI, berikut ini adalah sejumlah aktivitas yang terlarang dilakukan oleh wanita yang sedang datang bulan. Karya Syekh Nawawi al-Bantani, Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja, jadi referensi fikih terkait ini.

Shalat

Muslimah yang sedang haid dilarang melaksanakan shalat, entah itu shalat wajib maupun sunnah. Bagi Muslimah yang sedang datang bulan, shalatnya baik yang disengaja maupun tidak, tetap dianggap tidak sah.

Kewajiban shalat yang terlewat saat masa haid pun tidak perlu diganti (di-qada). Ini berbeda halnya dengan puasa-wajib, semisal puasa Ramadhan, yang wajib di-qada bila terlewatkan oleh Muslimah sedang haid.

Mengapa demikian? Sebab, shalat wajib dilaksanakan lima kali dalam sehari. Jika harus menggantinya, ini bisa menimbulkan kesulitan.

Adapun puasa wajib hanya terjadi satu bulan dalam setahun. Bilapun harus menggantinya, itu dinilai tak akan memberatkan.

Ummul mukminin 'Aisyah berkata, "Kami diperintahkan untuk meng-qada puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qada shalat” (HR Muslim).

Bertawaf

Muslimah yang sedang haid dan juga nifas dilarang untuk melaksanakan tawaf, baik yang termasuk dalam rangkaian ibadah haji maupun di luar itu. Larangan ini juga mencakup tawaf wajib, seperti tawaf ifadah dan tawaf wada’. Begitu pula tawaf yang dihukumi sunah, seperti tawaf qudum.

Tawaf dilaksanakan di dalam Masjidil Haram, Makkah. Maka jangankan tawaf. Masuk ke dalam masjid saja sudah termasuk larangan bagi wanita haid (dengan catatan sebagaimana akan dijelaskan berikut).

Agar tak menimbulkan salah persepsi, para ulama tetap menegaskan larangan tawaf bagi Muslimah yang sedang menstruasi. Adapun wukuf di Padang Arafah saat puncak musim haji tetap dibolehkan bagi wanita haid. Sebab, satu-satunya rukun haji yang disyaratkan suci adalah tawaf.

Menyentuh mushaf

Wanita haid juga dilarang untuk menyentuh mushaf Alquran secara langsung. Menyentuh dalam konteks ini menyangkut seluruh anggota tubuh. Jadi, tidak mesti dilakukan oleh telapak tangan saja. Larangan ini diberlakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kesucian Kitabullah.

Menyentuh kitab-kitab yang di dalamnya terdapat kutipan ayat Alquran hukumnya boleh. Sebba, kitab tersebut tidak terhitung mushaf.

Adapun kitab tafsir, jika di dalamnya lebih banyak memuat ayat-ayat Alquran, maka haram menyentuh dan membawanya. Sebaliknya, jika lebih banyak teks-teks selain Alquran, mayoritas ulama berpendapat tidak haram meski ada juga yang memakruhkannya.

Membawa mushaf

Selain menyentuh mushaf Alquran, Muslimah haid juga dilarang untuk membawanya. Larangan ini berlaku juga untuk kitab tafsir yang ketentuan hukumnya sama seperti menyentuh mushaf, yakni berdasarkan perbandingan antara jumlah ayat Alquran dengan teks selainnya.

Sementara itu, para ulama berbeda pendapat terkait hukum membalikkan lembaran mushaf dengan alat bantu seperti tongkat atau lainnya. Sebagian ulama menghukumi haram karena tindakan itu terhitung sebagai menyentuh. Sementara ulama lain membolehkannya karena hal itu bukan termasuk menyentuh sebab tidak dilakukan secara langsung oleh anggota badan. Adapun membalikkan lembaran mushaf dengan lengan baju, para ulama sepakat menghukuminya haram.

Berdiam dalam masjid

Wanita haid dan orang yang punya hadats besar dilarang berdiam diri di masjid atau sekadar mondar-mandir di dalam masjid. Ketentuan hukum ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari 'Aisyah: "Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan haid dan orang junub" (HR Abu Dawud).

Bagaimana jika darurat? Misalnya wanita haid harus hadir di dalam masjid lantaran ada acara penting yang tidak bisa diwakilkan, semisal kewajiban mengajar jamaah?

Berkaitan dengan itu, sebagian ulama membolehkannya. Namun, dengan catatan, wanita tersebut harus benar-benar bisa menjaga darah haid agar tidak menetes ke lantai masjid.

Membaca Alquran

Wanita haid dan seseorang yang mempunyai hadats besar dilarang untuk membaca Alquran dengan lisan, baik hanya satu ayat atau pun lebih. Sementara itu, jika membacanya di dalam hati atau melihat mushaf untuk direnungkan maknanya masih dibolehkan.

Selain itu, dibolehkan juga untuk berzikir atau membaca doa yang lafaznya berasal dari ayat Alquran dengan catatan, niatnya bukan dalam rangka membaca Kitabullah. Misalnya, saat ia tertimpa musibah dan membaca "inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un".

Berpuasa

Wanita yang sedang haid atau nifas dilarang untuk melaksanakan ibadah puasa. Sebagaimana diketahui, rukun puasa ada dua, yaitu niat dan menahan diri dari makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Maka, jika seorang wanita hanya menahan diri dari makan dan minum tanpa disertai niat puasa, hukumnya tetap diperbolehkan. Wanita yang tidak menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan karena haid, harus menggantinya (qada) di bulan lain.

Talak

Wanita yang sedang haid tidak boleh ditalak atau diceraikan oleh suaminya karena hal itu hukumnya haram. Seorang suami yang nekat menalak istrinya dalam keadaan haid dihukumi melakukan dosa besar. Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk beberapa keadaan, di antaranya adalah untuk wanita yang belum pernah digauli oleh suaminya.

Melewati di masjid

Wanita yang sedang haid dilarang melintasi area masjid. Larangan ini berlaku jika ada kekhawatiran darahnya akan menetes dan menumpahkan najis di lantai masjid karena menjaga kesucian masjid adalah kewajiban. Namun, jika diyakini aman karena menggunakan pembalut misalnya, maka melewati masjid diperbolehkan, itu pun jika ada keperluan yang mendesak. Sedangkan jika tidak ada keperluan maka hukumnya menjadi makruh.

Berhubungan badan

Wanita yang sedang haid dilarang untuk istimta’, yaitu berhubungan badan atau bersenang-senang pada area antara pusar dan lutut, entah itu dilakukan dengan syahwat maupun tidak. Adapun selain area tersebut, suami masih diperbolehkan untuk bersenang-senang dengannya. Selain itu, wanita yang sedang haid juga dilarang menyentuh suaminya dengan bagian tubuh yang berada di antara pusar dan lutut, karena sesuatu yang diharamkan untuk disentuh juga diharamkan digunakan untuk menyentuh.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|