Didiek Hartantyo Sebut Laba KAI Tergerus Beban Kereta Cepat

2 hours ago 6

Didiek Hartantyo Sebut Laba KAI Tergerus Beban Kereta Cepat Kereta api cepat Jakarta/Bandung Whoosh. / Antara

Harianjogja.com, JAKARTA — Eks bos KAI atau Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) periode 2020–2025, Didiek Hartantyo, menyatakan proyek Kereta Cepat Jakarta—Bandung alias Whoosh memberi tekanan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, terutama pada sisi laba.

Menurut Didiek, meski pendapatan KAI mengalami pertumbuhan tajam dari Rp14,4 triliun pada 2016 menjadi Rp35,9 triliun pada 2024, tak sebanding dengan laba yang dikantongi. Adapun, pertumbuhan tahunan rata-rata pendapatan atau compounded annual growth rate (CAGR) 2016–2024 adalah sebesar 12,1%.

Dia menyampaikan, laba yang dibukukan hanya mencapai Rp2,2 triliun pada tahun lalu. Sebagai pembanding, pada 2016, laba yang dibukukan KAI adalah Rp1,08 triliun. Dengan catatan tersebut, CAGR kumulatif 2016–2024 untuk laba/rugi perusahaan adalah sebesar 9,3%. Dia menekankan salah satu penyebab utamanya adalah pembebanan dari proyek Kereta Cepat Jakarta—Bandung.

“Bagi orang keuangan, pasti akan melihat ya, kenapa pendapatannya naik signifikan tetapi labanya begitu-begitu saja. Nah, kemarin sempat muncul berita-berita, mengenai kereta cepat [Jakarta—Bandung] itu beban-beban itu sebenarnya menggerus ada di sini [laba],” kata Didiek dalam acara bertajuk Meet The Leaders 8 di Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (20/9/2025).

Didiek menilai, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung menjadi sebagai salah satu sumber risiko terbesar dalam finansial KAI. “Salah satu risiko terbesar adalah di situ [Kereta Cepat Jakarta—Bandung],” imbuhnya.

Kendati demikian, eks bos KAI itu berharap masalah tersebut dapat segera tertangani agar tidak menjadi beban jangka panjang.Didiek berharap beban keuangan tersebut dapat ditangani secara struktural sehingga tidak membebani profitabilitas perusahaan di masa mendatang.

“Tapi moga-moga ini tertangani dengan baik segera, sehingga struktur proyeknya bisa ditangani dengan baik, dan harapannya ke depan kereta api akan beban-beban ini akan bisa terselesaikan,” ujarnya.

BACA JUGA: Dolar AS Milik WNI Banyak ke Luar Negeri, Pemerintah Siapkan Insentif

Lebih lanjut, Didiek mengatakan bahwa sebelum pandemi, KAI menargetkan pertumbuhan pendapatan tahunan kumulatif (CAGR) sekitar 20%. Namun, imbas disrupsi pandemi Covid-19 pada 2020–2021, pertumbuhan pendapatan hanya tercapai di level 12,1%. Meski begitu, Didiek menegaskan bahwa KAI tetap mampu menjaga stabilitas kinerja, bahkan tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan di tengah tekanan keuangan.

Jika ditengok dari sisi EBITDA, KAI tetap menunjukkan kinerja yang solid. Didiek mencatat EBITDA perseroan pada 2024 mencapai Rp7,7 triliun, dengan pertumbuhan tahunan kumulatif (CAGR 2016–2024) mencapai 14,5%.

“Tidak banyak BUMN yang mempunyai standar EBITDA seperti ini. Tahun yang lalu EBITDA kami Rp7,7 triliun. Jadi, Bapak-Ibu sekalian, pada saat pandemi pun hanya mengalami minus EBITDA-nya di tahun 2020, tapi selanjutnya adalah positif, menunjukkan bahwa kereta api sangatlah sehat,” bebernya.

Adapun dari sisi aset, lanjut dia, KAI juga mencatatkan pertumbuhan empat kali lipat dari 2016–2025. Total aset perusahaan naik dari Rp25,1 triliun pada 2016 menjadi Rp102,4 triliun pada 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|