Begini Kualitas Kepemimpinan Sang Penakluk Konstantinopel

1 hour ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mehmed II naik takhta menjadi raja Turki Utsmaniyah (Ottoman) ketika dirinya masih berumur 19 tahun. Dalam usia semuda itu, visi para pendahulunya sudah tertanam amat kuat dalam dirinya. Visi untuk menaklukkan Konstantinopel, pusat Kerajaan Romawi Timur atau Bizantium.

Tak sekadar angan, target itu pun diupayakannya dengan banyak usaha dan kebijakan. Misalnya, penerapan seleksi yang lebih ketat untuk menyaring calon tentara, khususnya yang akan mengisi lini Janissary.

Sultan Mehmed tidak pernah ragu untuk mengganti personel yang terbukti kurang disiplin. Hukuman keras tidak hanya dijatuhkannya kepada prajurit level bawah, tetapi juga jajaran panglima. Contoh yang masyhur adalah ketika dirinya memecat seorang jenderal di tengah misi pengepungan Konstantinopel 1453 M.

Laksamana Suleiman Baltoghlu ketika itu memimpin sekira 400 unit kapal perang Utsmaniyah. Mereka bertugas mengepung benteng pusat Romawi Timur (Bizantium) itu dari sisi Selat Bosphorus dan Laut Marmara. Sementara itu, pasukan darat Utsmaniyah di Thrace terus menggempur sisi barat tembok kota Konstantinopel.

Ottoman ketika itu memiliki sentra-sentra penyimpanan dan sekaligus pemeliharaan senjata yang disebut cebehane. Yang utama berlokasi di Edirne. Sesudah Konstantinopel berhasil direbut, cebehane terbesar dibangun di atas lahan bekas Gereja Hagia Eirene, kota setempat.

Meriam menjadi alat andalan bagi pasukan Utsmaniyah. Pada zaman Mehmed al-Fatih, perancang yang terkenal adalah Orban. Desainer yang berasal dari Balkan tersebut sangat ahli dalam merakit senjata laras besar dan panjang itu. Konon, meriam-meriam buatannya memiliki bobot hingga ratusan ton. Perlu ratusan lembu untuk menariknya.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|